(Foto: Iran dalam Kepungan Pangkalan Militer Amerika)
oleh Michel Chossudovsky (Direktur Centre for
Research on Globalization)
“Bagi Amerika, Iran adalah musuh bagi ambisi
mereka (Amerika dan aliansinya) untuk menguasai Timur Tengah, dan karena itu
Iran dan Syiah Islam harus dihancurkan. Upaya meruntuhkan Iran tersebut harus
menggunakan semua persenjataan dan tekhnologi paling canggih, selain dengan
penyebaran propaganda di dunia Islam untuk memunculkan gelombang besar
kebencian muslim dunia terhadap Islam Syiah dan Iran”
Penimbunan dan penyebaran sistem senjata
canggih yang diarahkan terhadap Iran dimulai sesudah pengeboman dan invasi
kepada Irak tahun 2003. Sejak awal, rencana perang ini dipimpin oleh Amerika
Serikat, dalam hubungannya dengan NATO dan Israel. Setelah invasi Irak tahun
2003, pemerintahan Bush mengidentifikasi Iran dan Suriah sebagai tahapan
berikutnya dari “peta jalan untuk perang”. Sumber-sumber militer Amerika
Serikat mengisyaratkan bahwa serangan udara terhadap Iran bisa melibatkan
penyebaran yang berskala besar sebanding dengan “shock and awe” serangan bom
Amerika Serikat di Irak pada Maret tahun 2003. “Serangan udara Amerika terhadap
Iran akan jauh melebihi jangkauan serangan Israel tahun 1981 di pusat nuklir
Osiraq di Irak, dan akan lebih menyerupai hari pertama dari serangan udara
tahun 2003 melawan Irak.
“THEATER IRAN NEAR TERM” (TIRRANT)
Nama kode yang diberikan oleh para perencana militer Amerika Serikat adalah TIRANNT, “Theater Iran Near Term”, simulasi serangan terhadap Iran telah dimulai pada Mei tahun 2003 “ketika pemodel dan spesialis intelijen mengumpulkan data yang diperlukan untuk tingkat-medan perang (berarti berskala besar) analisis skenario bagi Iran.” ((William Arkin, Washington Post, 16 April 2006). Skenarionya mengidentifikasikan beberapa ribu sasaran di dalam wilayah Iran sebagai bagian dari “Shock and Awe” Blitzkrieg: “Analisis yang disebut TIRANNT, singkatan dari “Theater Iran Near Term,” masih ditambah pula dengan skenario tiruan invasi Korps Marinir dan simulasi kekuatan rudal Iran. Dalam waktu yang bersamaan para perencana Amerika Serikat dan Inggris melakukan sebuah permainan perang Laut Kaspia. Bush mengarahkan Komando Strategis Amerika Serikat untuk menyusun rencana aksi serangan perang global untuk menyerang lokasi senjata pemusnah massal Iran. Semua ini akhirnya akan menjadi masukan berupa rencana perang baru untuk “major combat operations” terhadap Iran yang sekarang sudah dikonfirmasikan oleh sumber militer [April 2006] dalam bentuk draft.
Nama kode yang diberikan oleh para perencana militer Amerika Serikat adalah TIRANNT, “Theater Iran Near Term”, simulasi serangan terhadap Iran telah dimulai pada Mei tahun 2003 “ketika pemodel dan spesialis intelijen mengumpulkan data yang diperlukan untuk tingkat-medan perang (berarti berskala besar) analisis skenario bagi Iran.” ((William Arkin, Washington Post, 16 April 2006). Skenarionya mengidentifikasikan beberapa ribu sasaran di dalam wilayah Iran sebagai bagian dari “Shock and Awe” Blitzkrieg: “Analisis yang disebut TIRANNT, singkatan dari “Theater Iran Near Term,” masih ditambah pula dengan skenario tiruan invasi Korps Marinir dan simulasi kekuatan rudal Iran. Dalam waktu yang bersamaan para perencana Amerika Serikat dan Inggris melakukan sebuah permainan perang Laut Kaspia. Bush mengarahkan Komando Strategis Amerika Serikat untuk menyusun rencana aksi serangan perang global untuk menyerang lokasi senjata pemusnah massal Iran. Semua ini akhirnya akan menjadi masukan berupa rencana perang baru untuk “major combat operations” terhadap Iran yang sekarang sudah dikonfirmasikan oleh sumber militer [April 2006] dalam bentuk draft.
Di bawah TIRANNT, Angkatan Darat dan Perencana
Pusat Komando Amerika Serikat telah melakukan pemeriksaan, baik skenario jangka
pendek maupun jangka panjang perang dengan Iran, termasuk semua aspek operasi
tempur utama, dari mobilisasi dan pengerahan pasukan melalui operasi stabilitas
pasca perang setelah terjadi perubahan rezim (William Arkin, Washington Post,
16 April 2006). Perbedaan “Skenario medan perang” dalam menyerang Iran secara
maksimal telah dipikirkan: “Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan
Marinir Amerika Serikat telah memiliki semua rencana pertempuran yang disusun
selama empat tahun, membangun pangkalan-pangkalan dan pelatihan untuk
melaksanakan “Operasi Pembebasan Iran.” Laksamana Fallon, Kepala Pusat Komando
Amerika Serikat yang baru telah menerima rencana komputerisasi TIRANNT (Teater
Iran Near Term)” (New Statesman, 19 Februari 2007).
Pada tahun 2004, dirumuskan skenario perang
awal di bawah TIRANNT, Wakil Presiden Dick Cheney menginstruksikan USSTRATCOM
untuk menyusun sebuah “rencana darurat” operasi militer berskala besar yang
diarahkan terhadap Iran “digunakan dalam merespon terhadap serangan teroris
sejenis 9/11 di Amerika Serikat”. Rencana tersebut termasuk penggunaan
pre-emptive senjata nuklir terhadap negara non-nuklir. “Rencana tersebut
termasuk serangan udara besar-besaran terhadap Iran baik menggunakan senjata
nuklir maupun konvensional dan taktis. Di dalam wilayah Iran terdapat lebih
dari 450 sasaran strategis penting, termasuk sejumlah sasaran yang dicurigai
sebagai tempat pengembangan program-senjata-nuklir. Banyak target keras atau
jauh berada di bawah tanah dan tidak bisa dihancurkan oleh senjata
konvensional, maka akan dihancurkan dengan opsi nuklir. Beberapa pejabat senior
Angkatan Udara yang terlibat dalam perencanaan dilaporkan terkejut terhadap implikasi
dari apa yang akan mereka lakukan – bahwa Iran sedang disiapkan untuk sebuah
serangan nuklir yang tak beralasan – namun tidak seorangpun siap untuk merusak
karirnya dengan mengajukan keberatan” (Philip Giraldi, Deep Background,The
American Conservative August 2005).
THE MILITARY ROAD MAP: “IRAK DULU, IRAN KEMUDIAN”
Keputusan
untuk menargetkan Iran di bawah TIRANNT adalah bagian dari proses perencanaan
militer yang lebih luas dari urutan operasi militer. Hal tersebut sudah
dilakukan di bawah pemerintahan Clinton, Pusat Komando Amerika Serikat
(USCENTCOM) telah menyusun “rencana medan perang”, pertama untuk menyerang Irak
dan kemudian Iran. Akses terhadap minyak Timur Tengah adalah merupakan tujuan
strategis lain. “Kepentingan dan tujuan keamanan nasional yang luas dinyatakan
Presiden dalam Strategi Keamanan Nasional - National Security Strategy (NSS) dan Ketua Strategi
Militer Nasional – National
Military Strategy (NMS) membentuk dasar strategi medan perang Pusat
Komando Amerika Serikat (NSS) mengarahkan pelaksanaan strategi penahanan ganda
dari negara-negara nakal seperti Irak dan Iran selama negara-negara tersebut
menjadi ancaman terhadap kepentingan Amerika Serikat, kepada negara-negara lain
di wilayah ini. Penahanan ganda dirancang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan
di wilayah itu tanpa tergantung baik kepada Irak atau Iran. Strategi medan
perang terhadap Iran yaitu USCENTCOM adalah merupakan interest-based danthreat-focused. Tujuan dari
keterlibatan Amerika Serikat seperti yang dianut pada NSS, adalah untuk
melindungi kepentingan vital Amerika Serikat di wilayah tersebut – supaya tidak
terganggu, Amerika Serikat aman demikian juga akses Sekutu kepada minyak
Teluk.”
Perang
di Iran dipandang sebagai bagian dari suksesi operasi militer. Menurut (mantan)
Panglima NATO Jenderal Wesley Clark, peta-jalan militer Pentagon terdiri dari
urutan negara-negara: “Rencana operasi militer lima tahun [termasuk] total
tujuh negara, dimulai dengan Irak, kemudian Suriah, Libanon, Libya, Iran,
Somalia dan Sudan.” Dalam “Winning Modern Wars” (halaman 130) Jenderal Clark
menyatakan sebagai berikut: “Ketika
saya kembali melalui Pentagon pada bulan November 2001, salah seorang staf
petugas senior militer punya waktu untuk bercakap-cakap. Ya, kami masih berada
dalam jalur melawan Irak. Tapi masih ada lagi. Katanya hal ini sedang dibahas
sebagai bagian dari rencana operasi militer lima tahun, dan jumlahnya ada tujuh
negara, dimulai dengan Irak, lalu Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan
Sudan (Secret 2001 Pentagon Plan to Attack Lebanon, Global Research, July 23,
2006).
PERAN ISRAEL
Terdapat
banyak perdebatan mengenai peranan Israel dalam memulai serangan terhadap Iran.
Israel merupakan bagian dari sebuah aliansi militer. Tel Aviv bukanlah
penggerak utama. Israel tidak memiliki agenda militer yang terpisah dan
berbeda. Israel terintegrasi ke dalam “rencana perang untuk operasi tempur
besar” terhadap Iran yang dirumuskan pada tahun 2006 oleh Komando Strategis
Amerika Serikat (USSTRATCOM). Dalam konteks operasi militer skala besar,
suatu tindakan militer sepihak yang tidak terkoordinasi oleh salah satu mitra
koalisi, yaitu Israel, dari sudut pandang militer dan strategis hampir
mustahil. Israel secara de facto anggota NATO. Setiap tindakan oleh Israel akan
membutuhkan “lampu hijau” dari Washington.
Sebuah
serangan oleh Israel bagaimanapun juga bisa digunakan sebagai “mekanisme
pemicu” yang akan melancarkan perang habis-habisan terhadap Iran, serta
pembalasan oleh Iran yang diarahkan kepada Israel. Dalam hal ini, ada indikasi
bahwa Washington mungkin mempertimbangkan pilihan serangan awal Israel dengan
(dukungan Amerika Serikat) dan bukan sebuah operasi militer pimpinan Amerika
Serikat langsung diarahkan terhadap Iran. Serangan Israel – meskipun
hubungannya dekat dengan Pentagon dan NATO – akan disampaikan kepada opini
publik sebagai keputusan sepihak oleh Tel Aviv. Hal ini kemudian akan digunakan
oleh Washington untuk membenarkan di mata opini Dunia, berupa intervensi
militer Amerika Serikat dan NATO dengan maksud untuk “mempertahankan Israel”,
daripada menyerang Iran. Dalam perjanjian kerja sama militer yang ada, baik
Amerika Serikat maupun NATO “diwajibkan” untuk “membela Israel” bila diserang
Iran dan Suriah.
Perlu
dicatat, dalam hal ini, bahwa pada awal masa jabatan kedua Bush, (mantan) Wakil
Presiden Dick Cheney mengisyaratkan, dengan tegas, bahwa Iran berada
“paling atas dalam daftar” dari “musuh nakal” Amerika, dan bahwa Israel akan
menyatakan “melakukan pemboman untuk kita”, tanpa keterlibatan militer Amerika
Serikat dan tanpa kita menekan mereka “untuk melakukannya” (Michel
Chossudovsky, Planned US-Israeli Attack on Iran, Global Research, May 1, 2005):
Menurut Cheney: “Salah satu kekhawatiran orang adalah bahwa Israel mungkin
melakukannya tanpa diminta…Mengingat fakta bahwa Iran memiliki kebijakan yang
menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghancurkan Israel, Israel
mungkin memutuskan untuk bertindak lebih awal, dan membiarkan seluruh dunia
khawatir mengenai penyelesaian kekacauan diplomatik setelah itu“ (Dick
Cheney, dikutip dari Wawancara MSNBC, Januari 2005).
Mengomentari
pernyataan Wakil Presiden, mantan penasehat Keamanan Nasional, Zbigniew
Brzezinski dalam sebuah wawancara di PBS, menegaskan dengan sedikit ketakutan
pada sesuatu yang akan terjadi, ya: Cheney menginginkan Perdana Menteri Israel untuk
bertindak atas nama Amerika dan “melakukannya” untuk kita. “Saya pikir Iran
lebih ambigu. Dan ada masalah disana, tentu bukan tirani…..itu adalah senjata
nuklir. Dan Wakil Presiden hari ini dalam pernyataan paralel yang aneh terhadap
pernyataan kebebasan ini yang mengisyaratkan bahwa Israel mungkin melakukannya,
namun kenyataannya menggunakan bahasa yang terdengar seperti pembenaran atau
bahkan suatu dorongan bagi Israel untuk melakukannya.” Apa yang berurusan
dengan kita adalah operasi militer bersama Amerika Serikat-NATO-Israel untuk
membom Iran, yang telah dalam tahap perencanaan aktif sejak tahun 2004. Pejabat
Departemen Pertahanan, di bawah Bush dan Obama, telah bekerja tekun dengan
militer Israel dan mitra-mitra intelijennya mengidentifikasi dengan hati-hati
sasaran di dalam wilayah Iran. Dalam istilah praktis militer, setiap tindakan
oleh Israel harus direncanakan dan dikoordinasikan di tingkat tertinggi koalisi
yang dipimpin Amerika Serikat.
Serangan
oleh Israel juga akan memerlukan koordinasi dukungan logistik Amerika
Serikat–NATO, khususnya yang berkaitan dengan sistem pertahanan udara Israel,
yang sejak Januari 2009 sepenuhnya terintegrasi ke dalam Amerika Serikat dan
NATO (Michel Chossudovsky, Unusually Large U.S. Weapons Shipment to
Israel: Are the US and Israel Planning a Broader Middle East War? Global
Research, January 11,2009). Sistem radar X band Israel dibangun pada awal tahun
2009 dengan dukungan teknis Amerika Serikat telah “mengintegrasikan sistem
pertahanan rudal Israel dengan jaringan deteksi rudal global Amerika Serikat
[Pangkalan-Ruang Angkasa], yang meliputi satelit, kapal Aegis di Mediterania,
Teluk Persia dan Laut Merah serta Patriot radar dan yang berpangkalan di darat”
(DefenseTalk.com, January 6, 2009). Apakah ini berarti bahwa Washington
akhirnya memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Lebih baik Amerika Serikat
daripada Israel yang mengendalikan sistem pertahanan udara:’ ‘ini artinya tetap
dengan menggunakan sistem radar Amerika Serikat,’ “kata jurubicara Pentagon,
Geoff Morrell. “Jadi ini bukan sesuatu yang kita berikan atau menjualnya kepada
Israel dan hal itu adalah sesuatu yang wajar akan memerlukan personel Amerika Serikat
untuk mengoperasikannya.” (Dikutip dari Israel National News, 9 Januari 2009).
Angkatan
Udara Amerika Serikat mengawasi sistem Pertahanan Udara Israel, yang
terintegrasi ke dalam sistem global Pentagon. Dengan kata lain, Israel tidak
dapat melancarkan perang terhadap Iran tanpa persetujuan Washington. Oleh
karena pentingnya undang-undang yang disebut “Green Light” di Kongres Amerika
Serikat yang disponsori oleh partai Republik di bawah Resolusi House
1553, yang secara eksplisit mendukung serangan Israel terhadap Iran: “Undang-undang diajukan oleh Louie Gohmert,
partai Republik dari Texas dan 46 rekannya, mendukung penggunaan “semua sarana
yang diperlukan Israel” terhadap Iran “termasuk penggunaan kekuatan
militer….”Kita harus melakukan ini. Kami perlu menunjukkan dukungan kepada
Israel. Kita harus berhenti bermain game dengan sekutu penting di tengah
wilayah yang sulit” (Webster Tarpley, Fidel Castro Warns of Imminent
Nuclear War; Admiral Mullen Threatens Iran; US-Israel Vs. Iran-Hezbollah
Confrontation Builds On, Global Research, August 10, 2010).
Dalam
praktek, undang-undang yang diusulkan tersebut adalah “Green Light” kepada
Gedung Putih dan Pentagon daripada kepada Israel. Ini merupakan persetujuan
untuk perang yang disponsori Amerika Serikat melawan Iran yang menggunakan
Israel sebagai landasan melancarkan gerakan militer yang sesuai. Hal ini juga
berfungsi sebagai pembenar untuk berperang dengan tujuan untuk membela Israel.
Dalam konteks ini, Israel memang bisa memberikan alasan palsu untuk berperang,
sebagai tanggapan terhadap dugaan serangan Hamas atau serangan Hizbullah dan/atau
memicu permusuhan di perbatasan Israel dengan Lebanon. Apa yang penting untuk
dipahami adalah bahwa sebuah “insiden” kecil dapat digunakan sebagai alasan
untuk memicu sebuah operasi militer besar terhadap Iran. Dikenal oleh perencana
militer Amerika Serikat, Israel (bukan Amerika Serikat) akan menjadi sasaran
pertama pembalasan militer Iran. Secara umum, Israel akan menjadi korban dari
intrik Washington maupun pemerintah mereka sendiri. Ya, dalam hal ini,
sangat penting bahwa Israel tegas menentang setiap tindakan oleh pemerintah
Netanyahu untuk menyerang Iran.
PEPERANGAN GLOBAL: PERAN KOMANDO STRATEGIS AMERIKA
SERIKAT (USSTRATCOM)
Operasi
militer global dikoordinasikan dari Markas Komando Strategis Amerika
Serikat (USSTRATCOM) dari pangkalan Angkatan Udara Offutt di Nebraska,
berkerja sama dengan komando regional, Komando Pejuang Terpadu (misalnya
Komando Sentral Amerika Serikat di Florida, yang bertanggung jawab untuk Timur
Tengah -Tengah dan kawasan Asia serta unit komando koalisi di Israel, Turki,
Teluk Persia dan Diego Garcia, yaitu pangkalan militer Amerika Serikat di
Samudera Hindia. Perencanaan Militer dan pengambilan keputusan di tingkat
negara sekutu Amerika Serikat-NATO yang dilakukan oleh individu juga “negara-negara
mitra” diintegrasikan ke dalam desain militer global termasuk mempersenjatai
ruang angkasa. Di bawah mandat baru, USSTRATCOM memiliki tanggung jawab untuk
“mengawasi rencana serangan global” yang terdiri dari senjata konvensional dan
nuklir. Dalam jargon militer, yang dijadwalkan untuk memainkan peran adalah
“sebuah integrator global dengan beban misi Operasi Ruang Angkasa; Operasi
Informasi; Pertahanan Rudal Terpadu; Komando Global & Pengendalian;
Intelijen, Surveillance dan Reconnaissance; Global Strike; dan Strategic
Deterrence….“
Tanggungjawab
USSTRATCOM meliputi: “Memimpin, perencanaan, pelaksanaan strategis dan operasi
pencegahan ” di tingkat global, “sinkronisasi rencana operasi dan pertahanan
rudal global”, “sinkronisasi rencana perang regional”, dan lain-lain.
USSTRATCOM merupakan lembaga utama dalam mengkoordinasikan peperangan modern.
Pada bulan Januari 2005, pada awal pengerahan dan pembangunan militer yang
ditujukan kepada Iran, USSTRATCOM diidentifikasi sebagai “Komando Peramg
untuk integrasi dan sinkronisasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat
dalam upaya memerangi senjata pemusnah massal” (Michel Chossudovsky, Nuclear
War against Iran, Global Research, January 3, 2006). Apakah ini berarti bahwa
koordinasi serangan yang berskala besar terhadap Iran, termasuk berbagai
skenario eskalasi di dalam dan di luar wilayah Timur Tengah serta yang lebih
luas Asia Tengah akan dikoordinasikan oleh USSTRATCOM.
SENJATA-SENJATA NUKLIR TAKTIS DIARAHKAN LANGSUNG
KEPADA IRAN
Dikonfirmasi
dengan dokumen militer serta laporan resmi, baik Amerika Serikat maupun Israel
memikirkan penggunaan senjata nuklir yang diarahkan terhadap Iran. Pada tahun
2006, Komando Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM) mengumumkan bahwa pihaknya
telah mencapai kemampuan operasional untuk mentargetkan sasaran secara cepat
dengan menggunakan senjata nuklir atau senjata konvensional ke seluruh dunia.
Pengumuman ini dibuat setelah melakukan simulasi militer yang berkaitan dengan
serangan nuklir yang dipimpin Amerika Serikat terhadap negara fiktif (David
Ruppe, Preemptive Nuclear War in a State of Readiness: U.S. Command Declares
Global Strike Capability, Global Security Newswire, December 2, 2005).
Kesinambungan dalam hubungannya dengan era Bush-Cheney: Presiden Obama telah
mendukung sebagian besar doktrin pre-emptive penggunaan senjata nuklir yang
dirumuskan oleh pemerintahan sebelumnya. Di bawah the 2010 Nuclear Posture
Review, pemerintahan Obama menegaskan “bahwa itu merupakan pesan berupa hak
untuk menggunakan senjata nuklir terhadap Iran” sebagai risiko
ketidak-kepatuhan Iran terhadap tuntutan Amerika Serikat mengenai program dugaan
(tidak ada) senjata nuklir (U.S. Nuclear Option on Iran Linked to Israeli
Attack Threat – IPSipsnews.net, April 23, 2010). Pemerintahan Obama juga mengisyaratkan
bahwa mereka akan menggunakan nuklir dalam hal Iran merespon atas serangan
Israel kepada Iran (Ibid). Israel juga membuat sendiri “rencana rahasia”
untuk membom Iran dengan senjata nuklir taktis.
Sumber-sumber senior mengatakan “Komandan militer
Israel yakin serangan konvensional mungkin tidak lagi cukup untuk memusnahkan
fasilitas pengayaan yang semakin baik dipertahankan. Beberapa telah dibangun di
bawah tanah minimal 70 kaki dari beton dan batu. Namun, the nuclear-tipped
bunker-busters akan digunakan hanya jika serangan konvensional dikesampingkan
dan jika Amerika Serikat menolak untuk campur tangan”(Revealed: Israel plans
nuclear strike on Iran – Times Online, January 7, 2007). Pernyataan Obama tentang penggunaan
senjata nuklir terhadap Iran dan Korea Utara konsisten dengan doktrin senjata
nuklir Amerika Serikat pasca 9/11 yang memungkinkan untuk penggunaan senjata
nuklir taktis di medan perang konvensional. Melalui kampanye propaganda yang
telah meminta dukungan dari “otoritatif” ilmuwan nuklir, senjata nuklir mini
itu didukung sebagai instrumen perdamaian, yaitu sarana untuk memerangi
“terorisme Islam” dan mengukuhkan “demokrasi” gaya Barat di Iran. Nuklir low-yield telah dibersihkan
untuk “digunakan di medan perang”. Senjata nuklir tersebut dijadwalkan akan
digunakan Amerika terhadap Iran dan Suriah dalam tahap berikutnya, disamping
senjata konvensional dalam “perang melawan Terorisme”. “Para pejabat pemerintah menyatakan bahwa senjata nuklir
low-yield diperlukan sebagai pencegah yang kredibel terhadap negara-negara
nakal [Iran, Suriah, Korea Utara]. Logika mereka adalah bahwa senjata nuklir
yang ada terlalu destruktif untuk digunakan kecuali dalam perang nuklir yang
berskala penuh. Musuh-musuh potensial menyadari hal ini, sehingga mereka tidak
memperhitungkan ancaman pembalasan nuklir dapat dipercaya. Namun,
senjata-senjata low-yield kurang daya merusaknya, sehingga dapat dipikirkan
untuk digunakan. Dengan demikian akan menjadikan mereka lebih efektif sebagai
senjata penangkal” (Opponents Surprised By Elimination of Nuke Research Funds
Defense News November 29, 2004).
Pemilihan
penggunaan senjata nuklir terhadap Iran berupa senjata nuklir taktis (Buatan
Amerika), yaitu bunker buster
bom dengan hulu ledak nuklir (misalnya B61-11), dengan kapasitas
peledak antara sepertiga sampai enam kali bom Hiroshima. The B61-11 adalah
“versi nuklir” dari “konvensional” BLU 113 atau Unit Pemandu Bom GBU-28.. Bom
ini dapat dibawa dengan cara yang sama seperti bunker buster bom konvensional
(Michel Chossudovsky,http://www.globalresearch.ca/articles/CHO112C.html,
see alsohttp://www.thebulletin.org/article_nn.php?art_ofn=jf03norris).
Sementara Amerika Serikat tidak bermaksud menggunakan senjata termonuklir
strategis terhadap Iran, sebagian besar penyebaran senjata nuklir Israel
terdiri dari bom termonuklir dan dapat digunakan dalam perang dengan Iran.
Dengan sistem rudal Jericho-III Israel yang jangkauannya berkisar antara 4.800
km sampai 6.500 km, maka semua wilayah Iran akan berada dalam jangkauannya.
JATUHAN RADIOAKTIF
Persoalan
jatuhan radioaktif dan kontaminasi, meski begitu saja dikesampingkan oleh
analis militer Amerika Serikat-NATO, dampaknya akan menghancurkan, berpotensi
merusak wilayah yang luas di Timur Tengah (termasuk Israel) dan wilayah Asia
Tengah. Dengan logika yang
diplintir, senjata nuklir disajikan sebagai sarana untuk membangun perdamaian
dan mencegah “kerusakan kolateral”. Tidak ada senjata nuklir Iran apalagi
merupakan ancaman bagi keamanan global, sebaliknya Amerika Serikat dan Israel
adalah instrumen perdamaian yang “tidak membahayakan bagi penduduk sipil di
sekitarnya”.
“IBU DARI SEMUA BOM” “THE MOTHER OF ALL BOMBS”
(MOAB) DIJADWALKAN DIGUNAKAN TERHADAP IRAN
Signifikansi
militer senjata konvensional dalam angkatan bersenjata Amerika adalah
21.500-pon “senjata rakasa” dijuluki “ibu dari semua bom” The GBU-43/B or
Massive Ordnance Air Blast bomb (MOAB) dikategorikan “sebagai senjata
non-nuklir paling kuat yang pernah dirancang” diketahui sebagai arsenal
konvensional terbesar di Amerika Serikat. MOAB diuji pada awal Maret 2003
sebelum dikirim ke medan perang Irak. Menurut sumber-sumber militer
Amerika Serikat, Kepala Staf Gabungan telah memberitahu pemerintah Saddam (Irak)
sebelum diluncurkan tahun 2003 bahwa “ibu dari semua bom” akan digunakan
terhadap Irak. (Ada laporan yang belum dikonfirmasi bahwa MOAB telah digunakan
di Irak). Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah mengkonfirmasi pada bulan
Oktober 2009 bahwa bermaksud untuk menggunakan “Ibu dari semua Bom” (MOAB)
terhadap Iran. Dikatakannya MOAB “ideal untuk mengubur fasilitas nuklir seperti
Natanz atau Qom di Iran” (Jonathan Karl, Is the U.S. Preparing to Bomb Iran?
ABC News, October 9, 2009). Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa MOAB,
karena mengingat daya ledaknya tersebut, akan mengakibatkan korban sipil yang
sangat besar. Ini adalah “mesin pembunuh” konvensional dengan jenis awan jamur
nuklir.
Pengadaan
empat MOAB ditugaskan pada bulan Oktober 2009 dengan biaya yang cukup besar
sejumlah US$,58,4 juta ($ 14,6 juta untuk masing-masing bom). Jumlah ini
termasuk untuk membiaya pengembangan dan pengujian serta integrasi bom MOAB ke
pembom siluman B-2 (ibid). Pengadaan ini berkaitan langsung dengan persiapan
perang dalam hubungannya dengan Iran. Pemberitahuan dimuat dalam sebuah
“reprogramming memo” setebal 93 halaman termasuk instruksi berikut ini:
“Departemen memiliki sebuah Urgent Operational Need (UON) yang berkemampuan
menyerang sasaran keras di daerah yang tinggi tingkat ancamannya dan sekaligus
menguburkannya. MOP [Ibu Segala Bom] adalah senjata pilihan yang memenuhi
persyaratan UON [Urgent Operational Need].” Dinyatakan lebih lanjut bahwa
permintaan tersebut didukung oleh Komando Pasifik (yang memiliki tanggung jawab
atas Korea Utara) dan Komando Sentral (yang memiliki tanggung jawab atas Iran)
(ABC News, op cit, emphasis added).
Pentagon
merencanakan sebuah proses kehancuran infrastruktur Iran dan korban massal
sipil melalui penggunaan gabungan nuklir taktis dan bom konvensional rakasa
awan jamur, termasuk MOAB dan yang lebih besar lagi yaitu GBU-57a/B atau
Massive Ordnance Penetrator (MOP), yang melampaui MOAB dalam hal kapasitas daya
ledaknya. MOP digambarkan sebagai “sebuah bom baru yang kuat dan tepat sasaran
untuk menghantam fasilitas nuklir bawah tanah Iran dan Korea Utara. Bom raksasa
yang ukuran panjangnya lebih dari 11 orang duduk berdempetan bahu-ke-bahu
[lihat gambar di bawah] atau lebih dari 20 kaki dari lantai ke hidung” (Edwin
Black, “Super Bunker-Buster Bombs Fast-Tracked for Possible Use Against Iran
and North Korea Nuclear Programs”). Ini adalah WMD dalam artian yang sebenarnya
dari kata tersebut. Tujuannya tidak begitu tersembunyi dari MOAB dan MOP,
termasuk penggunaan nama julukan Amerika untuk menggambarkan secara sederhana
bahwa MOAB (“ibu dari semua bom’), adalah “pemusnah massal” dan korban sipil
secara massal dengan maksud untuk menanamkan rasa takut dan putus asa.
TEKNOLOGI PERSENJATAAN TERCANGGIH: “PERANG MENJADI
MUNGKIN DENGAN TEKNOLOGI BARU”
Proses
pengambilan keputusan militer Amerika Serikat dalam hubungannya dengan Iran ini
didukung oleh Star Wars, militerisasi ruang angkasa dan revolusi dalam
komunikasi serta sistem informasi. Mengingat kemajuan teknologi militer dan
pengembangan sistem senjata baru, serangan terhadap Iran bisa secara signifikan
berbeda dalam hal campuran sistem senjata, bila dibandingkan dengan Blitzkrieg
yang dilancarkan pada bulan Maret 2003 terhadap Irak. Operasi militer terhadap
Iran dijadwalkan untuk menggunakan sistem senjata yang paling canggih untuk
mendukung serangan udara tersebut. Dan dalam semua kemungkinan, sistem senjata
baru akan diuji. Dokumen The 2000 Project of the New American Century – Proyek
Tahun 2000 Abad Baru Amerika yang berjudul Rebuilding American Defenses – Membangun Kembali Pertahanan
Amerika, menguraikan mandat militer Amerika Serikat dalam hal medan perang
berskala besar, yang akan dilancarkan secara bersamaan di berbagai wilayah
Dunia: “Memenangkan Beberapa
pertempuran dengan meyakinkan secara simultan dalam beberapa medan perang.”
Formulasi
ini serupa dengan penaklukan perang global oleh kekaisaran adidaya tunggal. Dokumen
PNAC juga menyerukan transformasi pasukan Amerika Serikat untuk mengeksploitasi
“revolusi dalam urusan militer”, yaitu penerapan “perang yang dimungkinkan
melalui teknologi baru” (Project for a New American Century, Rebuilding
Americas Defenses Washington DC, September 2000, pdf). Yang terakhir ini
terdiri dari pengembangan dan penyempurnaan kecanggihan mesin pembunuh global
berdasarkan gudang persenjataan baru yang canggih, yang pada akhirnya akan
menggantikan paradigma yang ada. “Dengan
demikian, dapat diramalkan bahwa proses transformasi justru akan menjadi proses
dua-tahap: PERTAMA transisi, yaitu transformasi yang lebih menyeluruh. Titik
nyaman akan datang ketika jumlah yang lebih besar sistem senjata baru mulai
memasuki masa tugasnya, mungkin ketika, misalnya, pesawat udara tak berawak
mulai banyak menjadi biasa seperti pesawat berawak. Dalam hal ini, Pentagon
harus sangat berhati-hati melakukan investasi besar dalam program-program baru
misalnya -. tank, pesawat, kapal induk, – dimana pasukan Amerika Serikat akan
berkomitmen melakukan paradigma baru untuk berperang selama beberapa dekade
yang akan datang (ibid, penekanan ditambahkan). Perang dengan Iran
memang bisa menandai breakpoint penting
ini, dengan sistem senjata baru yang berpangkalan-di angkasa dipergunakan
dengan maksud untuk melumpuhkan musuh yang memiliki kemampuan konvensional
militer yang signifikan yang jumlahnya lebih dari setengah juta pasukan darat.
SENJATA ELEKTROMAGNETIK
Senjata
elektromagnetik dapat digunakan untuk mengacaukan sistem komunikasi Iran,
menonaktifkan pembangkit tenaga listrik, merusak dan mengacaukan komando serta
kontrol, infrastruktur pemerintah, transportasi, energi, dan lain-lain. Dalam
keluarga senjata yang sama, teknik modifikasi lingkungan (ENMOD) (peperangan
cuaca) yang dikembangkan berdasarkan program HAARP juga bisa diterapkan (Chossudovsky
Michel, “Owning the Weather” for Military Use,, Global Research, September 27,
2004). Sistem senjata ini sepenuhnya operasional. Dalam konteks ini, dokumen
Angkatan Udara Amerika Serikat AF 2025 secara eksplisit membenarkan aplikasi
militer dengan teknologi modifikasi cuaca. “Modifikasi Cuaca akan menjadi bagian dari keamanan domestik dan
internasional dan bisa dilakukan secara sepihak…Senjata ini bisa aplikasikan
baik secara ofensif maupun defensif dan bahkan dapat digunakan untuk tujuan
pencegahan. Senjata ini berkemampuan untuk menghasilkan curah hujan, kabut, dan
badai di bumi atau mengubah ruang cuaca, meningkatkan komunikasi melalui modifikasi
ionosfir (penggunaan cermin ionosfir), serta produksi cuaca buatan, yang
kesemuanya itu merupakan bagian dari serangkaian teknologi terpadu yang dapat
memberikan peningkatan penting dalam kemampuan Amerika Serikat atau dalam
menundukkan musuh, juga untuk mencapai kesadaran global, jangkauan, dan
kekuasaan” (Air Force 2025 Final Report, See also US Air Force: Weather as
a Force Multiplier: Owning the Weather in 2025, AF2025 v3c15-1 | Weather
as a Force Multiplier: Owning…| (Ch 1) at http://www.fas.org).
Radiasi
elektromagnetik memungkinkan melakukan “gangguan kesehatan dari jarak jauh”
mungkin juga dipikirkan untuk digunakan dalam medan perang (Mojmir Babacek,
Electromagnetic and Informational Weapons:, Global Research, August 6, 2004).
Pada gilirannya, penggunaan baru senjata biologis oleh militer Amerika Serikat
juga mungkin akan dipertimbangkan seperti yang disarankan oleh PNAC: “Lebih
lanjut bentuk peperangan biologis dapat “mentargetkan” genotipe tertentu yang
mungkin mengubah perang biologis dari dunia teror menjadi alat politik yang
berguna” (PNAC cit, op, hal. 60).
KEMAMPUNAN MILITER IRAN: MISIL JARAK MENENGAH DAN
JAUH
Kemampuan
militer Iran telah maju, termasuk misil jarak menengah dan jauh yang mampu
mencapai sasaran di Israel dan negara-negara Teluk. Karena itu perhatian
aliansi Amerika Serikat-NATO Israel pada penggunaan senjata nuklir, yang
dijadwalkan akan digunakan baik secara pre-emptive maupun sebagai respons
pembalasan terhadap serangan rudal Iran (Range
of Iran’s Shahab Missiles. Copyright Washington Post). Pada
bulan November 2006, Iran menguji-coba rudal permukaan 2 yang diputuskan
bertahap dengan operasi perencanaan yang tepat dan hati-hati. Menurut seorang
ahli rudal senior Amerika (dikutip oleh Debka), “Iran memperlihatkan up-to-date
teknologi peluncur-rudal dimana Barat tidak mengetahui bahwa Iran memilikinya”
(Michel Chossudovsky, Iran’s “Power of Deterrence” Global Research, November 5,
2006) Israel acknowledged that “the Shehab-3, whose 2,000-km range brings
Israel, the Middle East and Europe within reach” (Debka, November 5, 2006).
Menurut
Uzi Rubin, mantan kepala program misil anti-balistik Israel, bahwa “intensitas
latihan militer belum pernah terjadi sebelumnya…Hal itu dimaksudkan untuk
membuat kesan – dan berhasil membuat kesan” (www.cnsnews.com 3 November
2006). Latihan tahun 2006, sekaligus menciptakan sebuah gelora politik di
Amerika Serikat dan Israel, dengan cara apa pun tidak mengubah keputusan
Amerika Serikat-NATO-Israel untuk melancarkan perang terhadap Iran. Teheran
telah menegaskan dalam beberapa pernyataannya bahwa Iran akan merespon jika
diserang. Israel akan menjadi tujuan langsung dari serangan rudal Iran seperti
ditegaskan oleh pemerintah Iran. Oleh karena itu persoalan sistem pertahanan
udara Israel penting. Amerika Serikat dan fasilitas militer sekutu di
negara-negara Teluk seperti Turki, Arab Saudi, Afghanistan dan Irak juga bisa
menjadi sasaran target Iran.
ANGKATAN DARAT IRAN
Sementara
wilayah Iran dikelilingi oleh pangkalan militer Amerika Serikat dan sekutu,
Republik Islam Iran memiliki kemampuan militer yang signifikan. Apa yang
penting untuk diakui adalah jumlah kekuatan angkatan bersenjata Iran yang
dilihat semata-mata dari segi jumlah personil (angkatan darat, angkatan laut
dan angkatan udara) jika dibandingkan dengan pasukan Amerika Serikat dan NATO
yang bertugas di Afghanistan dan Irak. Menghadapi sebuah pemberontakan yang
terorganisir, pasukan koalisi sudah kewalahan di Afghanistan dan Irak. Apakah
kekuatan ini mampu mengatasi jika pasukan darat Iran memasuki medan perang yang
ada di Irak dan Afghanistan? Potensi gerakan perlawanan terhadap Amerika
Serikat dan sekutu pendudukan pasti akan terpengaruh.
Pasukan
darat Iran adalah 700.000 orang, sejumlah 130.000 orang adalah tentara profesional,
220.000 wajib militer dan 350.000 tentara cadangan (Islamic Republic of Iran
Army – Wikipedia). Ada 18.000 personil Angkatan Laut dan 52.000 angkatan
udara Iran. Menurut International Institute for Strategic Studies, Iran
“memiliki Pengawal Revolusi yang diperkirakan berjumlah 125.000 personil dalam
lima angkatan: Mereka punya Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Pasukan Darat
sendiri serta Pasukan Quds (Pasukan Khusus)” Menurut CISS, Basij yaitu
sukarelawan paramiliter Iran diperkirakan berkekuatan 90.000 orang
berseragam aktif bertugas dan dikontrol oleh Pengawal Revolusi, 300.000
cadangan, dan total 11 juta orang yang dapat dimobilisasi jika diperlukan”
(Armed Forces of the Islamic Republic of Iran – Wikipedia). Dengan kata lain,
Iran bisa memobilisasi sampai setengah juta pasukan reguler dan beberapa juta
milisi. Pasukan khusus Quds sudah beroperasi di Irak.
US MILITARY AND ALLIED FACILITIES SURROUNDING IRAN
Dalam
beberapa tahun ini Iran telah melakukan latihan-latihan perang sendiri.
Sementara Angkatan Udaranya memiliki kelemahan, namun rudal jarak menengah dan
jauh sepenuhnya operasional. Militer Iran dalam keadaan siap-siaga. Pemusatan
pasukan Iran saat ini berada dalam jarak beberapa kilometer dari
perbatasan Irak dan Afghanistan, dan dekat perbatasan Kuwait. Angkatan Laut
Iran dikerahkan ke Teluk Persia dengan jarak yang dekat kepada fasilitas
militer Amerika Serikat dan sekutu di Uni Emirat Arab. Perlu dicatat bahwa
dalam menanggapi peningkatan jumlah besar militer Iran, Amerika Serikat telah
mengirim senjata kepada sekutu non-anggota NATO di Teluk Persia termasuk Kuwait
dan Arab Saudi. Sementara senjata canggih Iran tidak sebanding dengan Amerika
Serikat dan NATO, pasukan Iran berada dalam posisi untuk menimbulkan kerugian
besar terhadap pasukan koalisi dalam sebuah medan perang konvensional, di
wilayah Irak atau Afghanistan. Pasukan darat Iran dan tank pada bulan Desember
2009 melintasi perbatasan masuk ke wilayah Irak tanpa dihadapi atau ditantang
oleh pasukan sekutu dan menduduki wilayah sengketa di ladang minyak Maysan
Timur.
Bahkan
di saat terjadi Blitzkrieg yang efektif, dengan menargetkan fasilitas militer
Iran, sistem komunikasinya dll melalui pemboman udara besar-besaran, dengan
menggunakan rudal jelajah, bom bunker buster konvensional dan senjata nuklir
taktis, perang dengan Iran, sekali dimulai, akhirnya bisa mengarah menjadi
perang darat. Ini merupakan sesuatu hal dimana perencana militer Amerika
Serikat tidak ragu-ragu bahwa hal tersebut seperti yang dimaksudkan dalam
skenario simulasi perang mereka. Jenis operasi ini akan mengakibatkan korban
militer dan sipil yang signifikan, terutama jika menggunakan senjata nuklir.
Anggaran yang membengkak untuk membiayai perang di Afghanistan saat ini
diperdebatkan di Kongres Amerika Serikat juga dimaksudkan untuk digunakan dalam
kemungkinan serangan terhadap Iran. Dalam skenario eskalasi, pasukan Iran dapat
menyeberang ke perbatasan Irak dan Afghanistan. Pada gilirannya, eskalasi
militer dengan menggunakan senjata nuklir bisa membawa kita ke dalam sebuah
skenario Perang Dunia III, meluas di luar kawasan Timur Tengah Asia Tengah.
Dalam
arti yang sangat nyata, proyek militer ini, yang telah di gambarkan Pentagon
selama lebih dari lima tahun, mengancam masa depan kemanusiaan. Sementara kami
memfokuskan tulisan ini terhadap persiapan perang. Faktanya bahwa persiapan
perang telah sempurna dan dalam keadaan siap, namun tidak berarti bahwa mereka
akan melakukannya sesuai dengan rencana. Aliansi Amerika Serikat-NATO-Israel
menyadari bahwa musuh memiliki kemampuan yang signifikan untuk merespon dan
membalas. Faktor ini sendiri penting selama lima tahun terakhir dalam mengambil
keputusan, baik oleh Amerika Serikat maupun sekutunya untuk menunda serangan
terhadap Iran. Faktor penting lainnya adalah kerangka aliansi militer.
Sementara NATO telah menjadi kekuatan yang tangguh, Organisasi Kerjasama
Shanghai (SCO), yang merupakan aliansi antara Rusia dan Cina dan sejumlah
negara mantan republik Sovyet melemah secara signifikan.
Ancaman
militer Amerika Serikat secara terus-menerus yang langsung ditujukan kepada
Cina dan Rusia, dimaksudkan untuk melemahkan SCO dan mencegah segala bentuk
aksi militer sebagai pihak sekutu yang akan membela Iran, dalam hal
terjadinya serangan NATO-Amerika Serikat-Israel. Kekuatan seimbang apa
yang mungkin dapat mencegah perang ini terjadi? Ada banyak kekuatan-kekuatan di
dalam aparatur Negara Amerika Serikat yang sedang bekerja langsung, baik
Kongres maupun Pentagon dan NATO.
Kekuatan sentral dalam mencegah terjadinya perang
pada akhirnya secara mendasar datang dari dalam masyarakat yang dengan penuh
kekuatan melakukan tindakan menentang antiperang oleh ratusan juta orang di
seluruh negeri, baik nasional maupun internasional. Rakyat harus memobilisir tidak hanya terhadap agenda militer jahat,
namun juga harus menentang terhadap otoritas Negara dan para pejabatnya.
This war can be prevented if people forcefully
confront their governments, pressure their elected representatives, organize at
the local level in towns, villages and municipalities, spread the word, inform
their fellow citizens as to the implications of a nuclear war, initiate debate
and discussion within the armed forces (Perang ini dapat dicegah jika rakyat
bersikap tegas dalam menghadapi pemerintah mereka, memberikan tekanan kepada
wakil yang dipilih oleh mereka, mengorganisir di tingkat lokal di perkotaan dan
pedesaan, menyebarkan berita, menginformasikan sesama warga mengenai implikasi
perang nuklir, memulai debat dan diskusi dalam upaya mencegah perang di dalam
angkatan bersenjata). Tidak cukup hanya dengan menyelenggaraan
demonstrasi massa dan protes antiperang. Apa yang diperlukan adalah
pengembangan jaringan akar rumput antiperang yang luas dan terorganisir dengan
baik yang menantang struktur otoritas dan kekuasaan. Apa yang diperlukan adalah gerakan massa
rakyat yang kuat menentang legitimasi perang, gerakan masyarakat global yang
menyadari bahwa perang merupakan sebuah kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar