Babilonia Menurut
Tawarikh Nabonidus
“Pada bulan Tasritu, ketika Koresh (Cyrus) menyerang pasukan Akkad di
Opis di tepi Sungai Tigris, penduduk Akkad memberontak”
Mesopotamia
adalah daerah yang terletak di antara dua aliran sungai besar, yaitu sungai
Eufrat dan sungai Tigris. Kedua sungai ini mengalir dari Turki Timur ke arah
tenggara menuju Teluk Persia. Bila daerah Mesopotamia dihubungkan dengan daerah
lembah sungai Jordan maka terbentuklah suatu Tanah Bulan Sabit yang Subur (The
Fertile Crescent Moon). Sebutan ini diberikan oleh sejarahwan Amerika,
Breasted. Peradaban pertama yang menguasai daerah ini adalah bangsa Sumeria
sekitar tahun 3000 SM yang dipimpin Patesi Aannipada. Kota besar bangsa Sumeria
adalah Ur dan Raja terkenalnya adalah Patesi Lugal Zagisi. Salah satu warisan
peradaban Sumeria adalah Kuil Zigurrat. Peradaban kedua adalah bangsa Akkadia
yang berhasil mengalahkan bangsa Sumeria tahun 2271 SM. Rajanya yang pertama
adalah Raja Sargon. Tahun 2083 SM bangsa Akkadia dikalahkan oleh bangsa Gutian.
Peradaban ketiga adalah bangsa Gutian. Tidak banyak terdapat catatan terhadap
bangsa ini. Kekuasaan bangsa ini berakhir setelah rajanya yang terakhir Tirigan
dikalahkan oleh bangsa Sumeria dari Dinasti Uruk tahun 2055 SM di bawah
pimpinan Raja Utu Hengal. Dinasti Uruk kemudian mengalami kemunduran dan
digantikan oleh Dinasti Ur tahun 2047 SM. Tahun 2004 SM bangsa Elam mengalahkan
Dinasti Ur untuk menguasai Mesopotamia. Raja terakhir Dinasti Ur adalah Ibbi
Suen. Bangsa Elam kemudian diusir dari Mesopotamia oleh bangsa Amorit dari
Dinasti Isin. Dinasti Isin dimulai oleh raja Ishbi Erra dan raja terakhirnya
Damiq-ilishu. Dinasti Isin ini dikalahkan oleh Dinasti Larsa di bawah pimpinan
Raja Ram Sin I tahun 1730 SM.
Peradaban keempat adalah bangsa Amorit. Di bawah Raja Hammurabi dari Dinasti Larsa, bangsa Amorit semakin kuat dan mencapai puncak kejayaan dengan membentuk kerajaan Babilonia tahun 1728 SM. Bangsa Babilonia ini mewariskan Hukum Hammurabi. Bangsa Babilonia ini kemudian dikalahkan oleh bangsa Hittit di bawah Raja Mursili I tahun 1531 SM. Bangsa Hittit kemudian kembali lagi pulang ke daerah asalnya di Alleppo dekat Anatolia. Kemudian bangsa Kassite-lah yang mengambil alih Mesopotamia sepeninggal bangsa Hittit. Bangsa Kassite ini berakhir pada masa raja Enlil-nadin-ahi tahun 1155 SM setelah diserang bangsa Elam. Bangsa Elam berasal dari daerah sebelah Timur Mesopotamia. Bangsa Elam akhirnya menguasai Mesopotamia namun pusat pemerintahannya tetap di kota Susa. Sepeninggal bangsa Elam, kekuasaan di daerah itu berada di tangan Dinasti Isin. Namun kekuatan pengaruh Dinasti Isin kalah dengan kekuatan bangsa Hittit. Beberapa tahun kemudian di Mesopotamia dinasti Isin di bawah raja Nebukadnesar I mulai menampakan kekuatannya. Sekali lagi Mesopotamia dikuasai oleh bangsa Amorite dari Dinasti Isin yang mendirikan kerajaan Babilonia. Kerajaan Babilonia ini dimulai dari tahun 1125 SM sampai 729 SM. Kerajaan Babilonia ini kemudian diruntuhkan dan dihancurkan oleh bangsa Assyria. Sebelumnya bangsa Assyria tinggal di kota Assur sebelah Utara kota Babilonia.
Peradaban kelima adalah bangsa Assyria. Tahun 729 SM bangsa Assyria di bawah raja Tiglath-Pileser III menguasai Mesopotamia. Sebelum mengalahkan bangsa Babilonia, Assyria mengalahkan bangsa Hittit terlebih dahulu yang berdiam di sebelah Utara kota Assur. Assyria kemudian membangun ibukotanya di kota Niniwe. Di bawah raja Sagon II tahun 722 SM, Assyria menyerang bangsa Aoria di Syria, bangsa Funisia di Libanon dan bangsa Israel di Palestina. Tahun 650 SM bangsa Assyria menyerbu Mesir di bawah raja Assurbanipal. Tahun 646 SM Assurbanipal menyerang kota Susa, ibukota bangsa Elam dan mengakhiri kejayaan bangsa Elam. Hal ini menyebabkan bangsa-bangsa di sekitar Mesopotamia merasa terancam. Akhirnya tahun 612, bangsa Media, bangsa Persia dan bangsa Khaldea serta juga dibantu oleh bangsa Mesir menyerang dan menghancurkan bangsa Assyria berserta kota Niniwe.
Peradaban keenam adalah bangsa Khaldea. Di bawah pimpinan raja Nabopalasar bangsa Khaldea mendirikan kerajaan Babilonia dengan ibukotanya di kota Babel. Bangsa ini menguasai Mesopotamia dan mencapai puncak kejayaan di bawah raja Nebukadnezar II (604-561 SM). Salah satu warisan bangsa ini adalah Ishtar Gate dan Taman Bergantung. Tahun 539 SM kerajaan Babilonia runtuh akibat serangan bangsa Persia dari Timur. Waktu itu kerajaan Babilonia diperintah oleh raja Belsazzar. Peradaban ketujuh adalah bangsa Persia. Bangsa Persia semula berada di daerah sebelah Timur Mesopotamia. Sebelum bangsa Persia berkuasa, bangsa yang dominan adalah bangsa Media. Di bawah pimpinan Cyrus, bangsa Persia memberontak dan mengalahkan bangsa Media. Cyrus kemudian menyerbu bangsa Lydia di Anatolia tahun 546 SM. Akhirnya tujuan penaklukan selanjutnya adalah kerajaan Babilonia di Mesopotamia. Tahun 539 SM Babilonia berhasil diruntuhkan. Ibukota Persia adalah Persepolis. Bangsa Persia mencapai puncak Kejayaan pada masa Raja Darius (521-485 SM) yang wilayahnya membentang dari India sampai Laut Tengah. Bangsa Persia juga mencoba menaklukan bangsa Yunani. Raja Xerxes (480 SM) sempat menguasai Athena serta Yunani Tengah.
Taman Gantung
Babel
Taman
Gantung sebenarnya tidaklah betul-betul "tergantung" seperti terikat
dengan tali. Namanya berasal dari terjemahan kata Yunani Kremastos
atau kata Latin pensilis, yang bermaksud bukan hanya
"tergantung” tetapi "anjung," seperti terletak di atas berandah
atau suatu teras. Taman ini dibangun oleh Nebukadnezar
II, cucu Raja Hammurabi yang terkenal, sekitar tahun 600 SM sebagai hadiah untuk
istrinya yang merindukan rumahnya, Amyitis. Amytis merindukan
pohon-pohon dan tanaman wanginya di Persia, sedangkan
dalam tulisan lain dikatakan bahwa istri Nebukadnezar II bernama Amuhia dan ia
berasal dari Nusantara.
Taman ini diperkirakan hancur sekitar 2 abad sebelum masehi. Kemudian Taman
gantung ini di dokumentasikan oleh sejarawan Yunani seperti Strabo dan Diodorus Circulus.
Lembaran
sejarah paling tua yang mencatat karya arsitektur yang dilengkapi taman sebagai
wujud cinta kasih terhadap seseorang yang sangat disayangi adalah di
Mesopotamia, Irak purba. Dalam catatan Herodotus,
seorang penulis Yunani kuno, disebutkan bahwa saat Raja Nebukadnezar II
yang menjadi raja di Kerajaan Babylon baru (605-562 SM), telah memerintahkan
untuk membuat taman gantung yang sangat indah, sebagai hadiah kepada Amytis,
sang permaisuri yang sangat disayanginya. Taman gantung merupakan wujud
arsitektur pertamanan khas Mesopotamia, yang telah dikenal rakyat Mesopotamia sejak
masa pemerintahan Raja Hammurabi di Kerajaan Babylon lama (1792-1750 SM). Di
antara bangunan-bangunan kota yang tinggi mencuat di permukaan tanah itulah
biasanya ditanami tanaman-tanaman yang indah, sehingga dari kejauhan terlihat
seperti taman yang menggantung.
Taman
gantung yang dibangun Raja Nebukadnezar II yang puncak kejayaannya sekitar 612
SM, kemudian menjadi sangat terkenal ke seluruh penjuru dunia dan dikagumi
rancangannya hingga kini. Taman Gantung Babylon ini kemudian menjadi monumen
agung Kerajaan babylon yang tiada duanya. Luas taman ini diperkirakan 4 are (1
acre = 4046.86 m²). Wujud arsitekuralnya sangat unik, karena
bertingkat-tingkat. Taman ini ditanami berbagai pepohonan indah dan dilengkapi
sistem pengairan hingga ketinggian 100 meter di atas permukaan tanah. Dari
puncak taman ini dapat disaksikan pemandangan di sekeliling Kerajaan Babylonia.
Kota
Tua Babilonia,
di bawah pemerintahan Nebukadnezar II, telah menjadi suatu kota yang
sangat menakjubkan, bagi mata para wisatwan. Menurut Herodous, seorang
ahli sejarah pada 450 SM, disamping karena ukurannya yang sangat luas,
kemegahan Babilonia melebihi kota-kota yang terkenal di seluruh dunia.
Herodotus mengklaim bahwa tembok sisi luar kota Babilonia, memiliki panjang 56
mil, dengan ketebalan 80 kaki dan ketinggian 320 kaki. Cukup luas, katanya,
bagi empat kereta kuda untuk berputar. Tembok sebelah dalamnya tidak setebal
tembok bagian luar, dan juga tidak sekuat tambok bagian luar. Di bagian dalam
tembok ini, terdapat benteng-benteng dan kuil-kuil yang di dalamnya terdapat
patung yang sangat besar, yang terbuat dari emas murni. Jika menapaki kota ini
lebih jauh, akan tampak menara Babel, yang merupakan kuil dewa Marduk,
yang berusaha untuk menggapai surga. Meskipun pengujian-pengujian arkeologi,
membantah beberapa pernyataan Herodotus (panjang tembok bagian luar sebenarnya
hanya 10 mil dan tidak setinggi yang dinyatakan), tetapi tulisan-tulisan
Herodotus telah memberikan kepada kita, betapa megah dan indahnya kota ini,
sehingga menarik untuk dikunjungi.
Menurut perhitungan para ahli, taman tersebut dibangun oleh raja Nebukadnezar, yang memerintah kota tersebut selama 43 tahun, mulai tahun 605 SM. Meskipun tidak didukung bukti yang kuat, ada juga pendapat atau cerita lain yang menyatakan bahwa taman ini dibangun oleh Ratu Assyrian Semiramis, yang pernah memerintah selama 5 tahun, yaitu mulai tahun 810 SM. Taman ini menunjukkan puncak kejayaan dan kemajuan kota Babilonia, dan raja Nebukadnezar menggagas dibuatnya hiasan-hiasan yang mengagumkan pada kuil-kuil, jalan-jalan, istana-istana dan dinding-dinding.
Menurut para ahli sejarah, taman tersebut dibangun untuk mengatasi kerinduan isteri Nebukadnezar, Amytris. Amytris adalah anak perempuan dari Raja Medes, yang dinikahi Nebukadnezar untuk menyatukan kedua Negara. Wilayah negara dimana Amytris berasal, merupakan wilayah yang subur dengan daratan yang hijau bagaikan permadani, berbukit-bukit, dan dia menjumpai tanah dataran di Mesopotamia. Raja kemudian memutuskan untuk mendisain ulang dataran di istana dengan membangun sebuah bukit tiruan dengan taman-taman yang berjenjang ke atas. Nama Taman Gantung Babilonia merupakan terjemahan yang kurang tepat dari kata Yunani “kremastos” atau kata bahasa Latin “pensilis”, yang mana artinya tidak hanya menggantung, tetapi tanaman yang menggantung di teras atau balkon. Seorang pakar Geografi Yunani, Strabo, yang mendeskripsikan taman tersebut pada abad pertama SM, menulis sebagai berikut, “ taman ini terdiri dari teras yang memiliki kubah atau kolom-kolom cekungan, yang tersusun, satu di atas yang lain, dan berdiri di atas pilar-pilar berbentuk kubus. Cekungan-cekungan ini diisi dengan tanah sehingga pohon-pohon berukuran besar dapat di tanam di dalamnya. Pilar-pilar, kolom-kolom, dan teras-teras tersebut dibuat dari batu dan aspal.
Diodorus Siculus, ahli sejarah Yunani, menyatakan bahwa dasar dimana taman tersebut didirikan, terdiri dari lempeng batu yang sangat besar, yang sebelumnya belum pernah didengar di babel. Dasar itu ditutupi dengan lapisan dari sejumlah buluh atau alang-alang, aspal dan ubin. Di atasnya lagi diletakkan suatu penutup dengan lembaran dari timah, sehingga kelembaban yang ada dalam tanah tidak akan menyebabkan pembusukan di dasarnya. Di atas semua itu ditempatkan tanah dengan kedalaman tertentu, yang cukup untuk menanam pohon yang paling besar sekalipun. Ketika tanah sudah ditempatkan dan digemburkan, taman ini sudah dapat ditanami dengan berbagai macam pepohonan, sehingga kemegahan maupun keindahan dapat menyenangkan siapapun yang memandangnya. Seberapa besar taman ini? Diodorus menceritakan, bahwa taman ini lebarnya 400 kaki, panjangnya juga 400 kaki dan tingginya lebih dari 80 kaki. Yang lain menduga, bahwa tinggi taman ini sama dengan tingginya tembok sebelah luar. Tembok yang Herodotus katakan, memiliki tinggi 320 kaki. Bagaimanapun juga taman ini memberikan pemandangan yang sangat menakjubkan, hijau, rimbun dengan bukit-bukit buatan yang berjenjang. Tetapi apakah hal ini benar-benar nyata? Herodotus tidak pernah menyebutnya.
Ini adalah salah satu pertanyaan yang juga diajukan oleh seorang arkeologis Jerman, Robert Koldewey, pada tahun 1899. Selama berabad-abad sebelumnya, kota kuno Babilonia sebenarnya sudah tidak ada, tetapi terdapat gundukan tanah dari serpihan berlumpur. Tidak seperti beberapa lokasi kuno lainnya, posisi kota Babilonia dikenal dengan baik, tetapi tidak ada satupun sisa-sisa arsitektur yang masih tampak. Koldewey menggali di lokasi Babel selama 14 tahun dan menemukan beberapa bekas terdiri dari tembok luar, tembok dalam, pondasi menara Babel, Istana Nebukadnezar jala-jalan yang melewati jantung kota. Saat menggali di sebelah Selatan Citadel, Kodewey menemukan sebuah lantai dasar dengan 14 buah ruangan yang besar dengan batu dan langit-langit yang berbentuk melengkung (busur). Catatan kuno menunjukkan, hanya dua lokasi di dalam kota yang pembuatannya menggunakan batu, yaitu Tembok Utara di bagian Utara Citadel dan Taman Gantung. Dinding Utara di sebelah Utara Citadel sudah dapat ditemukan dan memang benar terbuat dari batu. Hal ini nampaknya seperti gudang yang ditemukan Koldewey di bawah taman.
Ia kemudian terus melanjutkan eksplorasi di area tersebut dan menemukan beberapa gmabaran seperti yang dilaporkan Diodorus. Di lantai sebuah ruangan yang digali ditemukan adanya tiga lobang besar yang aneh. Koldewey menyimpulkan, itu adalah lokasi dari rangkaian pompa yang mengalirkan air ke atas, ke atap taman. Dasar yang ditemukan Koldewey, berukuran 100 x 150 kaki. Lebih kecil dari ukuran yang dideskripsikan oleh para ahli sejarah kuno, tetapi masih agak relevan. Bagi seseorang pastilah akan terheran-heran, jika Ratu Armytis sudah merasa bahagia dengan fantasinya itu dan dengan hanya melihat hijaunya "gunung-gunung" yang ditanami dengan pinus dari tanah kelahirannya.
Menurut perhitungan para ahli, taman tersebut dibangun oleh raja Nebukadnezar, yang memerintah kota tersebut selama 43 tahun, mulai tahun 605 SM. Meskipun tidak didukung bukti yang kuat, ada juga pendapat atau cerita lain yang menyatakan bahwa taman ini dibangun oleh Ratu Assyrian Semiramis, yang pernah memerintah selama 5 tahun, yaitu mulai tahun 810 SM. Taman ini menunjukkan puncak kejayaan dan kemajuan kota Babilonia, dan raja Nebukadnezar menggagas dibuatnya hiasan-hiasan yang mengagumkan pada kuil-kuil, jalan-jalan, istana-istana dan dinding-dinding.
Menurut para ahli sejarah, taman tersebut dibangun untuk mengatasi kerinduan isteri Nebukadnezar, Amytris. Amytris adalah anak perempuan dari Raja Medes, yang dinikahi Nebukadnezar untuk menyatukan kedua Negara. Wilayah negara dimana Amytris berasal, merupakan wilayah yang subur dengan daratan yang hijau bagaikan permadani, berbukit-bukit, dan dia menjumpai tanah dataran di Mesopotamia. Raja kemudian memutuskan untuk mendisain ulang dataran di istana dengan membangun sebuah bukit tiruan dengan taman-taman yang berjenjang ke atas. Nama Taman Gantung Babilonia merupakan terjemahan yang kurang tepat dari kata Yunani “kremastos” atau kata bahasa Latin “pensilis”, yang mana artinya tidak hanya menggantung, tetapi tanaman yang menggantung di teras atau balkon. Seorang pakar Geografi Yunani, Strabo, yang mendeskripsikan taman tersebut pada abad pertama SM, menulis sebagai berikut, “ taman ini terdiri dari teras yang memiliki kubah atau kolom-kolom cekungan, yang tersusun, satu di atas yang lain, dan berdiri di atas pilar-pilar berbentuk kubus. Cekungan-cekungan ini diisi dengan tanah sehingga pohon-pohon berukuran besar dapat di tanam di dalamnya. Pilar-pilar, kolom-kolom, dan teras-teras tersebut dibuat dari batu dan aspal.
Diodorus Siculus, ahli sejarah Yunani, menyatakan bahwa dasar dimana taman tersebut didirikan, terdiri dari lempeng batu yang sangat besar, yang sebelumnya belum pernah didengar di babel. Dasar itu ditutupi dengan lapisan dari sejumlah buluh atau alang-alang, aspal dan ubin. Di atasnya lagi diletakkan suatu penutup dengan lembaran dari timah, sehingga kelembaban yang ada dalam tanah tidak akan menyebabkan pembusukan di dasarnya. Di atas semua itu ditempatkan tanah dengan kedalaman tertentu, yang cukup untuk menanam pohon yang paling besar sekalipun. Ketika tanah sudah ditempatkan dan digemburkan, taman ini sudah dapat ditanami dengan berbagai macam pepohonan, sehingga kemegahan maupun keindahan dapat menyenangkan siapapun yang memandangnya. Seberapa besar taman ini? Diodorus menceritakan, bahwa taman ini lebarnya 400 kaki, panjangnya juga 400 kaki dan tingginya lebih dari 80 kaki. Yang lain menduga, bahwa tinggi taman ini sama dengan tingginya tembok sebelah luar. Tembok yang Herodotus katakan, memiliki tinggi 320 kaki. Bagaimanapun juga taman ini memberikan pemandangan yang sangat menakjubkan, hijau, rimbun dengan bukit-bukit buatan yang berjenjang. Tetapi apakah hal ini benar-benar nyata? Herodotus tidak pernah menyebutnya.
Ini adalah salah satu pertanyaan yang juga diajukan oleh seorang arkeologis Jerman, Robert Koldewey, pada tahun 1899. Selama berabad-abad sebelumnya, kota kuno Babilonia sebenarnya sudah tidak ada, tetapi terdapat gundukan tanah dari serpihan berlumpur. Tidak seperti beberapa lokasi kuno lainnya, posisi kota Babilonia dikenal dengan baik, tetapi tidak ada satupun sisa-sisa arsitektur yang masih tampak. Koldewey menggali di lokasi Babel selama 14 tahun dan menemukan beberapa bekas terdiri dari tembok luar, tembok dalam, pondasi menara Babel, Istana Nebukadnezar jala-jalan yang melewati jantung kota. Saat menggali di sebelah Selatan Citadel, Kodewey menemukan sebuah lantai dasar dengan 14 buah ruangan yang besar dengan batu dan langit-langit yang berbentuk melengkung (busur). Catatan kuno menunjukkan, hanya dua lokasi di dalam kota yang pembuatannya menggunakan batu, yaitu Tembok Utara di bagian Utara Citadel dan Taman Gantung. Dinding Utara di sebelah Utara Citadel sudah dapat ditemukan dan memang benar terbuat dari batu. Hal ini nampaknya seperti gudang yang ditemukan Koldewey di bawah taman.
Ia kemudian terus melanjutkan eksplorasi di area tersebut dan menemukan beberapa gmabaran seperti yang dilaporkan Diodorus. Di lantai sebuah ruangan yang digali ditemukan adanya tiga lobang besar yang aneh. Koldewey menyimpulkan, itu adalah lokasi dari rangkaian pompa yang mengalirkan air ke atas, ke atap taman. Dasar yang ditemukan Koldewey, berukuran 100 x 150 kaki. Lebih kecil dari ukuran yang dideskripsikan oleh para ahli sejarah kuno, tetapi masih agak relevan. Bagi seseorang pastilah akan terheran-heran, jika Ratu Armytis sudah merasa bahagia dengan fantasinya itu dan dengan hanya melihat hijaunya "gunung-gunung" yang ditanami dengan pinus dari tanah kelahirannya.
Tawarikh
Nabonidus
Secara
bahasa, Nabonidus berasal dari Bahasa Babilonia yang artinya ”Nebo (Dewa
Babilonia Ditinggikan)”. Dalam catatan sejarah, penguasa tertinggi yang terakhir
di Imperium Babilonia adalah ayah Belsyazar. Berdasarkan teks-teks berhuruf
paku, ia dianggap memerintah selama kira-kira 17 tahun (556-539 SM). Ia
sangat berminat akan kesusastraan, seni, dan agama. Dalam
inskripsi-inskripsinya, Nabonidus mengaku sebagai keturunan bangsawan. Sebuah
lempeng yang ditemukan di dekat Haran kuno membuktikan bahwa ibu atau nenek
Nabonidus adalah penyembah setia dewa bulan, Sin. (Ancient Near Eastern
Texts, diedit oleh J. Pritchard, 1974, hlm. 311, 312) Sebagai raja,
Nabonidus sangat setia beribadat kepada dewa bulan, baik di Haran maupun di Ur,
tempat dewa ini sangat dominan.—GAMBAR, Jil. 2, hlm. 324.
Lempeng-lempeng
berhuruf paku dari tahun kedelapan pemerintahan Nebukhadnezar (Nisan 617-Nisan
616 SM) menyebutkan bahwa seseorang yang bernama Nabu-naid ”berkuasa atas
kota itu”, dan beberapa sejarawan menganggap orang ini sama dengan Nabonidus
yang belakangan menjadi raja. Akan tetapi, ini berarti Nabonidus masih sangat
muda pada waktu diangkat untuk jabatan administratif tersebut dan juga sudah
sangat lanjut usia ketika Babilon jatuh, kira-kira 77 tahun kemudian
(539 SM). Sewaktu membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun
ke-20 pemerintahan Nebukhadnezar (Nisan 605-Nisan 604 SM), sejarawan
Yunani bernama Herodotus menguraikan tentang suatu traktat yang diadakan antara
orang Lidia dan orang Media, yang mediatornya adalah seseorang yang bernama
”Labinetus dari Babilonia”. Labinetus dianggap sebagai nama untuk Nabonidus
yang digunakan Herodotus dalam tulisan-tulisannya. Belakangan, Herodotus (I,
188) menyebutkan bahwa Kores, orang Persia, berperang melawan putra Labinetus
dan Nitokris.
Dalam
buku dari Yale Oriental Series yang berjudul Nabonidus and Belshazzar,
Profesor R. P. Dougherty mengajukan hipotesis bahwa Nitokris adalah putri
Nebukhadnezar, dan karena itu Nabonidus (Labinetus) adalah menantu
Nebukhadnezar. (1929, hlm. 63; lihat juga hlm. 17, 30.) Selanjutnya,
”putra” Nitokris dan Nabonidus (Labinetus), yang disebutkan Herodotus,
diperkirakan adalah Belsyazar yang diserbu oleh Kores. Meskipun didasarkan atas
banyak penalaran deduktif dan induktif, argumen ini dapat menjelaskan alasan
pengangkatan Nabonidus sebagai raja Babilonia. Hal itu juga selaras dengan
fakta berdasarkan Alkitab bahwa Nebukhadnezar disebut sebagai ’bapak’ dari
Belsyazar, putra Nabonidus (Dan 5:11, 18, 22); kata
’bapak’ adakalanya berarti kakek atau leluhur. Maka, berdasarkan anggapan ini,
Belsyazar adalah cucu Nebukhadnezar.—Akan tetapi, lihat BELSYAZAR. Nabonidus
naik takhta setelah Labasyi-Marduk dibunuh. Namun, fakta bahwa dalam salah satu
inskripsinya Nabonidus menyebut dirinya sebagai ”utusan yang berkuasa” bagi
Nebukhadnezar dan Neriglisar menunjukkan bahwa ia mengaku telah mendapatkan
kedudukan sebagai raja secara sah dan bukan merebut takhta.
Pada
sejumlah prisma, Nabonidus menyebutkan nama putra sulungnya, Belsyazar, bersama
namanya sendiri dalam doa-doanya kepada dewa bulan. (Documents From Old
Testament Times, diedit oleh D. W. Thomas, 1962, hlm. 73) Sebuah
inskripsi memperlihatkan bahwa pada tahun ketiga pemerintahannya, sebelum ia
maju dalam suatu kampanye militer yang sukses menaklukkan Tema di Arab,
Nabonidus mengangkat Belsyazar menjadi raja di Babilon. Teks yang sama itu
menunjukkan bahwa Nabonidus membuat rakyat imperiumnya sakit hati karena ia
lebih berkonsentrasi pada penyembahan dewa bulan dan tidak lagi berada di
Babilon untuk merayakan perayaan Tahun Baru. Menurut dokumen yang dikenal
sebagai Tawarikh Nabonidus, pada tahun ke-7, ke-9, ke-10, dan ke-11
pemerintahannya, Nabonidus berada di kota Tema, dan setiap kali ia berada di
sana, dokumen itu menyatakan, ”Raja tidak datang ke Babilon [untuk
upacara-upacara bulan Nisanu]; (patung) dewa Nebo tidak dibawa ke Babilon,
(patung) dewa Bel tidak keluar (dari Esagila untuk ditampilkan dalam
arak-arakan), pera[yaan Tahun Baru diabaikan].” (Ancient Near Eastern Texts,
hlm. 306) Karena teks itu tidak utuh lagi, catatan tentang tahun-tahun lainnya
tidak lengkap.
Tentang
kota Oasis Tema, catatan lain menyatakan, ”Ia memperindah kota itu, membangun
(di sana) [istananya] seperti istana di Su·an·na (Babilon).” (Ancient Near
Eastern Texts, hlm. 313) Tampaknya, Nabonidus mendirikan istananya di
Tema, dan teks-teks lain memperlihatkan bahwa para kafilah mengangkut
perbekalan dari Babilonia ke sana. Meskipun Nabonidus tidak melepaskan
kedudukannya sebagai raja imperium itu, ia mempercayakan pelaksanaan
tugas-tugas kenegaraan Babilon kepada Belsyazar. Karena Tema adalah salah satu
kota di persimpangan rute-rute kafilah zaman dahulu yang melaluinya emas dan
rempah-rempah dibawa melewati negeri Arab, ada kemungkinan Nabonidus berminat
pada kota itu karena alasan-alasan ekonomi atau mungkin karena faktor-faktor
strategi militer. Ada juga yang memperkirakan bahwa dari segi politik ia
menganggap bijaksana apabila urusan-urusan Babilonia ditangani melalui
putranya. Faktor-faktor lain, seperti iklim Tema yang baik untuk kesehatan dan
sangat dominannya penyembahan bulan di negeri Arab, juga diajukan sebagai
kemungkinan mengapa Nabonidus lebih menyukai Tema.
Hingga
kini tidak ada keterangan tentang kegiatan Nabonidus antara tahun ke-12 dan
tahun terakhir pemerintahannya. Untuk mengantisipasi serangan dari Media dan
Persia di bawah Kores Agung, Nabonidus beraliansi dengan Imperium Lidia dan
Mesir. Tawarikh Nabonidus memperlihatkan bahwa Nabonidus kembali ke Babilon
pada tahun ketika orang Media-Persia menyerang, yakni sewaktu perayaan Tahun
Baru sedang dirayakan dan berbagai patung dewa-dewi Babilonia dibawa ke kota
itu. Sehubungan dengan gerak maju Kores, Tawarikh itu selanjutnya menyatakan
bahwa, setelah memperoleh kemenangan di Opis, ia merebut Sipar (± 60 km di
sebelah utara Babilon) dan ”Nabonidus melarikan diri”. Kemudian, ini diikuti
dengan kisah penaklukan Babilon oleh Media-Persia, dan dikatakan bahwa
Nabonidus ditangkap ketika kembali ke sana. (Ancient Near Eastern Texts,
hlm. 306) Tulisan-tulisan Berosus, imam Babilonia pada abad ketiga SM,
menceritakan bahwa Nabonidus maju untuk bertempur melawan pasukan Kores tetapi
kalah. Selanjutnya diceritakan bahwa Nabonidus mencari perlindungan di Borsippa
(di sebelah selatan barat-daya Babilon) dan bahwa, setelah Babilon jatuh,
Nabonidus menyerah kepada Kores dan setelah itu dideportasi ke Karmania (di
bagian selatan Persia). Kisah ini selaras dengan catatan Alkitab di Daniel pasal 5,
yang memperlihatkan bahwa Belsyazar menjadi wakil raja di Babilon pada waktu
imperium itu digulingkan.
Sehubungan
dengan nama Nabonidus yang tidak disebutkan secara langsung di pasal 5 buku Daniel,
patut diperhatikan bahwa Daniel hanya memberikan sangat sedikit keterangan
tentang peristiwa sebelum kejatuhan Babilon, dan kehancuran sesungguhnya atas
imperium itu hanya dijabarkan dengan beberapa patah kata. Akan tetapi, Daniel 5:7, 16, 29
menunjukkan bahwa Nabonidus memerintah sebagai raja karena dalam ayat-ayat ini
Belsyazar menawarkan kepada Daniel kedudukan sebagai penguasa ketiga di
kerajaan itu, yang menyiratkan bahwa Nabonidus adalah penguasa pertama dan
Belsyazar yang kedua. Oleh karena itu, Profesor Dougherty berkomentar, ”Pasal kelima buku
Daniel dapat dianggap cocok dengan fakta yang tidak mencantumkan Nabonidus
dalam narasinya, karena kelihatannya dia tidak ikut terlibat dalam
peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika Gobrias [yang menjadi kepala pasukan
Kores] memasuki kota itu.”—Nabonidus and Belshazzar, hlm. 195, 196;
lihat juga hlm. 73, 170, 181; lihat Dan 5:1, Rbi8,
ctk.
Membincang Tawarikh Nabonidus
Tawarikh
ini adalah fragmen lempeng tanah liat yang kini disimpan di British Museum, dan
juga disebut ”Tawarikh Kores-Nabonidus” dan ”Lempeng Catatan Tahunan Kores”.
Tawarikh ini terutama menggambarkan peristiwa-peristiwa penting pada masa
pemerintahan Nabonidus, penguasa tertinggi yang terakhir di Babilon; di
dalamnya juga terdapat catatan singkat tentang kejatuhan Babilon ke tangan
pasukan Kores. Walaupun tidak diragukan bahwa tawarikh ini berasal dari Babilon
dan ditulis dengan huruf paku Babilonia, para pakar yang telah memeriksa gaya
tulisannya menyatakan bahwa tawarikh tersebut mungkin berasal dari periode
dinasti Seleukus (312-65 SM), jadi dua abad atau lebih setelah zaman
Nabonidus. Hampir dapat dipastikan bahwa tawarikh itu merupakan salinan dari
dokumen yang sudah ada sebelumnya. Isi tawarikh ini nadanya sangat memuliakan
Kores dan sangat merendahkan Nabonidus sehingga ada anggapan bahwa penulisnya
adalah orang Persia, dan bahwa itu sebenarnya adalah ”propaganda Persia”. Akan
tetapi, walaupun mungkin saja halnya demikian, para sejarawan merasa bahwa data
yang terperinci pada tawarikh itu dapat diandalkan.
Sekalipun
catatan Tawarikh Nabonidus sangat singkat—ukuran lempeng itu hanya sekitar 14
cm pada bagian yang paling lebar dan panjangnya hampir sama—lempeng itu tetap
merupakan catatan berhuruf paku terlengkap yang masih ada mengenai kejatuhan
Babilon. Pada kolom ketiga dari empat kolomnya, mulai dari baris ke-5,
bagian-bagian yang relevan berbunyi, ”[Tahun ketujuh belas:] . . .
Pada bulan Tasritu, ketika Kores menyerang pasukan Akad di Opis di tepi
S. Tigris, penduduk Akad memberontak, tetapi ia (Nabonidus)
membantai penduduk yang telah dikacaubalaukan itu. Pada hari ke-14, Sipar
direbut tanpa perlawanan. Nabonidus melarikan diri. Pada hari ke-16, Gobrias (Ugbaru),
gubernur Gutium, dan bala tentara Kores memasuki Babilon tanpa harus bertempur.
Selanjutnya Nabonidus ditangkap di Babilon ketika ia kembali (ke sana).
. . . Pada bulan Arahsyamnu, pada hari ke-3, Kores memasuki Babilon,
ranting-ranting hijau ditebarkan di hadapannya—keadaan ’Damai’ (sulmu)
diberlakukan atas kota itu.”—Ancient Near Eastern Texts, hlm. 306.
Perlu
diperhatikan bahwa frasa ”Tahun ketujuh belas” tidak tercantum pada lempeng itu
karena bagian teks tersebut telah rusak. Frasa ini disisipkan oleh para
penerjemah sebab mereka berpendapat bahwa tahun ke-17 adalah tahun terakhir
pemerintahan Nabonidus. Jadi, mereka menganggap kejatuhan Babilon terjadi pada
tahun itu dalam masa pemerintahannya, dan jika lempeng itu tidak rusak,
kata-kata tersebut akan tercantum pada bagian yang kini sudah rusak itu. Bahkan
andaikata masa pemerintahan Nabonidus lebih panjang daripada perkiraan umum,
hal ini tetap tidak mengubah tahun yang sudah diterima, yaitu tahun 539 SM,
sebagai tahun kejatuhan Babilon, karena ada sumber-sumber lain yang menunjuk ke
tahun itu. Akan tetapi, faktor ini memang hingga taraf tertentu mengurangi
nilai Tawarikh Nabonidus. Meskipun tahun tersebut hilang, bulan dan hari
kejatuhan kota itu tercantum pada bagian teks yang masih ada. Berdasarkan teks
yang ada ini, para ahli kronologi sekuler membuat perhitungan bahwa hari ke-16
bulan Tasritu (Tisri) jatuh pada tanggal 11 Oktober menurut kalender Julius dan
5 Oktober menurut kalender Gregorius tahun 539 SM. Karena diterima umum,
dan tidak ada bukti yang bertentangan dengannya, tanggal ini dapat digunakan
sebagai tanggal yang sangat penting dalam menyelaraskan sejarah sekuler dengan
sejarah dalam Alkitab.
Menarik
sekali, sehubungan dengan malam kejatuhan Babilon, Tawarikh itu menyatakan,
”Pasukan Kores memasuki Babilon tanpa harus bertempur.” Hal ini agaknya
memaksudkan tidak ada peperangan seperti biasanya dan ini sejalan dengan nubuat
Yeremia bahwa ”pria-pria perkasa dari Babilon telah berhenti berperang”.—Yer 51:30. Selain
itu, yang menarik adalah rujukan yang jelas sekali kepada Belsyazar dalam
Tawarikh tersebut. Meskipun nama Belsyazar tidak disebutkan secara spesifik, di
bagian-bagian selanjutnya dalam Tawarikh itu (kol. II, baris 5,
10, 19, 23), Sidney Smith, dalam karyanya Babylonian Historical
Texts: Relating to the Capture and Downfall of Babylon (London, 1924, hlm.
100), kolom 1, baris 8, menafsirkan bahwa Nabonidus mempercayakan jabatan raja
kepada Belsyazar dengan menjadikannya rekan penguasa. Berulang-ulang Tawarikh
itu menyatakan bahwa ’putra mahkota berada di Akad [Babilonia]’ sedangkan Nabonidus
berada di Tema (di negeri Arab). Akan tetapi, fakta bahwa nama Belsyazar maupun
kematiannya tidak disebutkan dalam Tawarikh Nabonidus sama sekali bukan alasan
untuk meragukan keakuratan buku Daniel yang terilham. Dalam buku itu, nama
Belsyazar muncul delapan kali dan kematiannya mengakhiri kisah yang hidup
tentang tergulingnya Babilon yang diceritakan dalam pasal 5.
Sebaliknya, para pakar huruf paku mengakui bahwa Tawarikh Nabonidus itu sangat
singkat, dan selain itu, seperti diperlihatkan di atas, mereka berpendapat
bahwa itu ditulis untuk merusak reputasi Nabonidus, dan bukan untuk memberikan
sejarah yang terperinci. Memang, seperti yang dikatakan R. P. Dougherty
dalam karyanya Nabonidus and Belshazzar (hlm. 200), ”Catatan Alkitab
dapat dianggap lebih unggul karena menggunakan nama Belsyazar.". Meskipun
kolom ke-4 Tawarikh tersebut rusak berat, berdasarkan keterangan yang masih
tersisa para pakar menyimpulkan bahwa pokok yang dibahas adalah pengepungan
atas Babilon di kemudian hari oleh seorang perebut takhta. Setelah pengepungan
oleh Kores, Babilon belakangan dikepung lagi, yang pertama oleh Nebukhadnezar
III yang memberontak, yang mengaku sebagai putra Nabonidus, Nidintu-Bel. Ia
dikalahkan pada saat Darius I naik takhta, yakni pada akhir tahun 522 SM. Meskipun kolom ke-4 Tawarikh tersebut rusak berat, berdasarkan
keterangan yang masih tersisa para pakar menyimpulkan bahwa pokok yang dibahas
adalah pengepungan atas Babilon di kemudian hari oleh seorang perebut takhta.
Setelah pengepungan oleh Kores, Babilon belakangan dikepung lagi, yang pertama
oleh Nebukhadnezar III yang memberontak, yang mengaku sebagai putra Nabonidus,
Nidintu-Bel. Ia dikalahkan pada saat Darius I naik takhta, yakni pada akhir
tahun 522 SM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar