Berbeda dengan apa yang disebutkan oleh
albayyinat.net yang menyatakan bahwa Habib Umar bin Hafiz menyebut Syiah
sebagai “sesat dan menyesatkan”, dalam pertemuan dengan habaib dan ustaz Syiah
di Jakarta, Habib Umar mempunyai jawaban yang berbeda. Berikut transkrip
pertemuan tersebut pada Februari 2008.
Habib Zen Umar bin Smith (Ketua
Umum Rabithah Alawiyah Indonesia):
Assalamualaikum Wr. Wb. Terima kasih
atas kedatangan saudara-saudara ikhwan semua. Maksud pertemuan kita ini, saya
sengaja atas nama Rabithah dan atas nama saya secara pribadi menginginkan
pertemuan ini dan sengaja meminta Habib Umar berada pada lingkungan kita untuk jalsah
bersama-sama dan bisa sedikit banyak menyarankan segala sesuatu permasalahan
yang sekarang menyelimuti kita saat ini. Di mana saat ini kita berada pada
posisi yang, terutama Rabithah, menghadapi berbagai masalah yang ada di
kalangan Bani Alawi atau Alawiyyin dan masing-masing mempunyai pendapat.
Bagi kami sebenarnya perbedaan itu pasti
akan ada di mana-mana karena biar bagaimana saudara sekandung pun bisa berbeda
tetapi mudah-mudahan tidak menyebutkan perpecahan karena ini yang kita inginkan
bahwa semua kita ini satu. Kita harus menghormati. Kita beda baik beda tetapi
saling menghormati perbedaan masing-masing. Ini yang kita inginkan. Dalam
kaitan ini sengaja saya harapkan kepada ikhwan yang ada di sini tafadhal karena
ada Habib Umar, ada habaib yang lain kita bisa berdiskusi secara bebas, rileks.
Fadhal kalau ada
pertanyaan yang kami mintakan bahwa segala sesuatunya harus didasari dengan husnuzhan,
ikhlas, dan tentunya dengan akhlak ini yang menjadi persyaratan bagi kita
karena kalau kita bertanya, kita mengajukan suatu pendapat ada permasalahan di
mana kita tidak bisa menghormati perbedaan akan sulit kita kembali kepada Thariqah
Bani Alawi, Thariqah Alawiah yang didasari dengan tentunya ‘ilm,
amal, ikhlas, lalu wara’, lalu khauf. Hal ini menjadi dasar bagi
kita semua.
Nah untuk itu saya persilahkan bagi
saudara-saudara kita yang ada di sini tanpa canggung bertanya. Apabila kita
sependapat, alhamdulillah. Apabila kita tidak sependapat mari kita hormati
perbedaan masing-masing. Ini yang kita harapkan jangan sekali-kali kita merasa
yang paling benar sendiri karena kalau itu sudah menjadi permasalahan akan
timbul permasalahan yang baru lagi. Kadang-kadang kita lupa bahwa kita
menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru. Nah ini yang terjadi. Tafadhal
dan saya yakin karena kita semua berada pada zuriah Rasulullah saw., kita menjadi cucu Fatimah Az-Zahra pasti kita akan menonjolkan pada
akhlak yang mulia dan saya tidak yakin di antara kita itu ada yang didasari
dengan kedengkian, insya Allah.
Di sini kita mulai tafadhal kalau
ada pertanyaan. Di sini ada sudah beberapa yang apa namanya pertanyaan masuk
tapi saya harapkan nanti ada pertanyaan yang akan diajukan dan kita minta bahwa
permasalahan keluar dari tempat kita ini, insya Allah. Kita tidak ada lagi
ganjelan-ganjelan yang ada di hati, insya Allah dan saya harapkan bahwa ini
permintaaan saya sebagai ketua Rabithah Alawiyah dan juga sebagai sahibulbait… Fadhal…
Ustaz Hasan ‘Daliel’ Alaydrus:
Bismillâhirrahmânirrahîm. Pecintamu
Hasan bin Ahmad bin Husain Alaydrus. Hari ini kami sangat bergembira sekali,
ceramahan antum (Habib Umar bin Hafiz), arahan-arahan antum, membuat gembira
dan sejuk kami. Sayyidah Nisa’il Alamin, Fatimah binti Rasulillah ‘alaihâ
salâmullâh dan keturunan Sayidah Fatimah di Indonesia banyak sekali
sebagaimana antum ketahui. Adalah sebuah realitas wahai Habib, bahwa keturunan
Sayidah Fatimah saat ini… dan mereka adalah saudara-saudara antum kami ingin
tentu perkataan antum di dengar karena itu kami bertanya di depan
saudara-saudara kita, agar apa? Agar tidak ada lagi sesuatu yang samar atau
tidak jelas. Agar jelas, hari ini, sebelum kita keluar dari rumah kediaman
Sayid Zen bin Smith, sebelum kita berpisah dan kembali ke rumah kita
masing-masing, masalah ini harus jelas terlebih dahulu.
Tentu kami mengharapkan dari antum
bimbingan-bimbingan antum, perkataan dan fatwa antum, agar menjadi jelas. Kami
ingin mencintai karena Allah Swt. Wahai Habib, kami menangisi perpecahan ini,
kami sedih, kami malu kepada Allah, kepada Rasul… kami ingin… antum baru saja
katakan bahwa ridha Allah, ridha Rasul saw. akan turun dengan adanya jalinan
hubungan antarsesama dan kami menginginkan hal itu. Akan tetapi ada suatu hal
penting, di setiap majelis, di atas mimbar-mimbar yang diberkati, antum perlu
selalu menyerukan persatuan ya Habib. Menyerukan persatuan barisan, khususnya
diantara kita sesama Alawiyin.
Karena itu ya Habib, berilah kami
pengetahuan, semoga Allah menganugrahi Antum pengetahuan, kita menemukan sebuah
realitas di masyarakat Alawiyin saat ini, bahwa sebagian dari mereka bermazhab
Syiah ya Habib. Saya adalah seorang bermazhab Syiah. Saya adalah salah seorang
murid Almarhum Al-Habib Abdullah Syami’, khususnya saya berguru kepada Habib
Hadi bin Ahmad Assegaf dan Syekh Hadi bin Sa’id Jawwas. Mereka semua tahu bahwa
saya seorang Syiah. Saya duduk bersama mereka. Mereka mencintai saya. Banyak
dari saudara-saudara kita menyaksikan. Saya, Ustaz Othman Shihab, Ustaz
Muhammad bin Alwi Bin Syekh Abu Bakar.
Kami bermazhab Syiah, namun sangat
disayangkan, kadang-kadang sebagian orang berkata: “Mereka orang Syiah
meninggalkan turats datuk-datuk mereka dari kalangan habaib dan para
wali di Hadramaut.” Tidak! Kami membaca ratib, doa-doa,
munajat-munajat. Bahkan terkadang kami mengutip ucapan antum dalam Adh-Dhiya’al
Lami’. Kami ingin membangkitkan semangat para Alawiyyin, maka kami
mengutip ucapan Antum dalam Adh-Dhiya’al Lami’: “Demi Allah, tidak
disebut sang kekasih oleh pecinta, melainkan ia dibuatnya mabuk kepayang.
Manakah gerangan para pecinta yang bagi mereka mengerahkan segenap jiwa dan
hal-hal berharga adalah sesuatu yang tidak berarti.”
Kami tidak meninggalkan Hadramaut. Akan
tetapi, terus terang, pada kenyataannya kami katakan bahwa kami bermazhab
Syiah. Kami menganut mazhab Imam Jakfar As-Sadiq alaihi salam. Kami menukil
ilmu fikih, ushûluddîn, dan lain-lain, sebagaimana Antum singgung tadi.
Karena itu, saya ingin bertanya kepada Antum, dengan segala takzim dan hormat
saya: Apakah Syiah kafir atau tidak? Inilah pertanyaan saya ya Habib, agar
apabila jawabannya keluar dari lisan Antum yang diberkahi, insya Allah
saudara-saudara akan mendengar, dan tidak akan lagi ada ketidakjelasan, dan
insya Allah, besok saya akan mengunjungi Habib Naqib bin Syekh Abu Bakar, dan
besok saya… ringan bagi saya insya Allah. Saya pergi mengucapkan salam dan
duduk bersama Habib siapa saja… seluruhnya. Maka, karena itu, ya Habib, berilah
kami pengetahuan, semoga Allah menganugrahi Antum pengetahuan, terima kasih
untuk Antum.
Habib Umar bin Hafiz:
Semoga Allah memberkati dan memberi
taufik-Nya kepada anda dan kita semua. Apa yang anda sebutkan, pada ucapan
anda, mengenai adanya tali hubungan (ittishal) dengan dengan Sayid Abdullah
Syami’ atau yang lainnya, semua itu insya Allah akan tetap berlangsung. Seperti
Anda ketahui, bahwa di antara kewajiban seorang yang muttashil (menyambungkan
diri) dengan seorang guru, atau siapa pun, begitu pula berkaitan dengan mazhab
Imam Ja’far Ash-Shadiq, perlu anda ketahui bahwa tidak ada seorang pun dari
syekh-syekh Anda, syekh-syekh dan datuk-datuk kita semua, yang keluar dari
manhaj Sayidina Ja’far Ash-Shadiq atau bertentangan dengannya.
Berkaitan dengan penukilan
masalah-masalah yang bersifat fiqhiyyah, maka dalam hal ini terdapat
banyak jalur (periwayatan) dan menjadi bahan diskusi di antara apara ulama.
Terdapat banyak jalur dalam hal metode penukilannya. Maka jika kita telah
mengetahui demikian, kita katakan bahwa Sayidina Ali Al-Uraidhi ra. adalah
penggalan jiwa ayahandanya, seperti saudara (Imam) Musa Al-Kazhim ra. apa yang
berada pada keduanya tidak ada yang keluar dari manhaj ayah mereka, Sayidina
Ash-Shadiq ra.
Seperti Anda singgung dalam pembicaraan
Anda, bahwa Anda berpegangan pada mazhab yang di pegang oleh mereka, kemudian,
cabang-cabang ilmu fikih dalam syariat Islam sangat luas sekali, dan bukan
masalah dalam mengambil satu dari sekian banyak cabang ilmu fikih, bahkan tak
jarang ditemukan sebuah pendapat yang menjadi pegangan mazhab tertentu dan
terdapat padanannya pada mazhab-mazhab lain yang populer di kalangan ahlusunah.
Karena itu di tempat kami terdapat
kelompok zaidiah di Yaman. Zaidiah adalah salah sebuah firqah Syiah,
mereka adalah firqah Syiah yang paling dekat dengan ahlusunah. Kelompok
ini hidup selama ratusan tahun, di antara mereka dengan kalangan ulama dan
masyarakat kita terjalin hubungan baik, kehidupan bertetangga yang baik, dan
akhlak yang baik, diantara mereka juga terjalin hubungan surat-menyurat dan
saling kunjung mengunjungi, dan lain sebagainya. Mereka hidup berdampingan, di
masjid-masjid mereka, mereka shalat dengan selain mereka tanpa ada
perselisihan, masalah atau pertentangan.
Mereka memiliki banyak cabang dalam
masalah fikih, bahkan sebagian mereka dinilai sebagai para penganut mazhab
Hanafi karena banyaknya kesamaan dalam masalah-masalah fikih mereka dengan
mazhab Imam Abu Hanifah. Padahal mereka bukan para penganut mazhab Hanafi.
Terdapat banyak kesamaan pendapat di antara dua mazhab tersebut dan hal ini tidak
masalah. Kalau hal ini Anda ketahui, maka jawaban atas pertanyaan Anda adalah
bahwa kami tidak mengkafirkan suatu kelompok pun dari sekian banyak kelompok
Islam kecuali yang secara terang-terangan menunjukkan pertentangan terhadap
sebuah persoalan agama yang diketahui secara pasti, lalu mereka mengingkarinya.
Karena itu, kita tidak bisa menghukumi
secara umum. Banyak dari pengikut ahlusunah yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kekufuran, apabila salah seorang dari
mereka mengerjakan sesuatu yang dapat menyebabkan kekufuran yang disepakati
secara ijmak, disepakati dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam maka status
“pengkafiran” ini untuk pelaku perbuatan penyebab kekufuran tersebut, bersifat
umum. Adapun dalam menindak si pelaku secara khusus, itu adalah tugas walî
amr. Sedangkan penyebutan status “kafir” tidak dilakukan dengan
menyebutkan nama individu terkait. Namun dengan cara menyebutkan perbuatan
penyebab kekufuran, dan keyakinan penyebab kekufuran, karena itu orang-orang
seperti Anda yang berpendapat apa pun, misalnya Anda berkata, “Saya Syiah, saya
pengikut Imam Ja’far Ash-Shadiq,” tidak boleh dikafirkan, dengan ucapan ini,
pandangan ini, tidak bisa dikafirkan.
Tidak yang diyakini orang-orang seperti
Anda kecuali bahwa Anda mengagungkan Allah Swt., mengagungkan rasul-Nya,
mengagungkan Alquran, mengagungkan umumnya kaum mukminin dan kalangan khusus
dari mereka, serta keinginan untuk mensucikan diri Anda dari berbagai bentuk
cacian, laknat dan makian kepada yang kecil dan besar. Inilah yang diyakini dan
diduga berada pada orang seperti Anda, dan dikenal pada Anda. Ini tentu tidak
membuat Anda keluar dari maslak keislaman. Yakni seperti ucapan Anda, “Saya
adalah seorang Syiah,” dari sini Anda tahu, bahwa kami, serta para ulama dan manusia-manusia
terbaik umat ini, khususnya salaf shaleh kita dari Âl Abi Alawi, mereka adalah
orang-orang yang paling jauh dari kebiasaan mengkafirkan, khususnya terhadap
umat Islam, sampai seperti bunyi redaksi hadis Nabi saw., “Sampai kalian lihat
mereka menunjukkan kekufuran secara benar-benar jelas.” Yakni tidak lagi perlu
di takwil.
Namun demikian, mereka mengatasi perkara
ini (kekufuran seseorang yang benar-benar jelas) tidak dengan atau dengan
mencaci dan memaki, tetapi dengan memintanya bertaubat, dan menjelaskan masalah
kepadanya, jika ia tidak juga bertaubat maka di serahkan kepada walî amr.
Penyelesaian masalah oleh mereka hanya sampai di sini saja. Inilah cara yang di
tempuh oleh para salaf saleh kita.
Maka, kami sedikit pun tidak membenarkan
takfir (pengkafiran) yang merupakan budaya kaum khawarij yang telah
mengkafirkan para sahabat, mengkafirkan Sayidina Ali dan para pengikutnya dan
siapa saja yang bersamanya, meski demikian, Imam Ali tak mau mengkafirkan
mereka. Maka kami bersama mazhab Imam Ali tersebut. Para sahabat bertanya,
“Apakah mereka (kaum khawarij) adalah orang-orang kafir?” Imam Ali menjawab,
“Tidak , mereka lari dari kekufuran.” “Apakah mereka orang munafik?” tanya
mereka lagi. “Tidak, orang-orang munafik tidak berzikir menyebut nama Allah,
sedangkan mereka banyak berzikir menyebut-Nya.” “Lalu kami namakan apakah
mereka?” tanya mereka. “Mereka adalah saudara-saudara kita yang telah memerangi
kita.”
Dalam riwayat lain Sayidina Ali berkata,
“Mereka telah ditimpa fitnah, maka mereka buta dan tuli…” Beliau tidak mau
menyebut mereka kafir atau munafik. Maka manhaj Sayidina Ali inilah
yang juga merupakan manhaj Al-Faqih Al-Muqaddam, Sayidina Assegaf,
Sayidina Al-Muhdhar, dan juga berarti manhaj kita semua. Inilah yang
kita anut dan pegang teguh. Padahal, orang-orang khawarij membawa pedang dan
memerangi Imam Ali. Mereka telah memerangi manusia-manusia terbaik dari umat
ini yang begitu jelas disaksikan keutamaan mereka oleh Alquran dengan sebutan as-sâbiqûn
al-awwalûn; as-sâbiqûn al-awwalûn berada pada barisan pasuka Imam
Ali. Kaum Khawarij memerangi mereka, mereka mengangkat senjata mereka memerangi
manusia-manusia terbaik umat ini. Namun Imam Ali tak mau mengkafirkan mereka,
karena sifat wara’ dan ketakwaannya, serta karena keluasan ilmunya, dan
beliaulah pintu masuk kota ilmu. Maka manhaj inilah yang kita gunakan,
dan inilah manhaj para salaf kita, semoga Allah Swt. meridhai mereka
semua.
Paling penting yang harus kita
perhatikan banyak sekali dari kalangan putra-putri kita yang menjadi sasaran
kristenisasi dan target incaran orang-orang Nasrani. Seperti apa upaya Anda
dalam menghadang gerakan ini? Wajib bagi Anda sekalian untuk memikirkan secara
serius dalam menghadapi fitnah dan bencana besar ini, dimana putra-putri kita
menjadi target kristenisasi, di kepulauan manapun di kawasan Indonesia secara
khusus. Kedua, sejumlah putra-putri kita biasa meninggalkan salat-salat fardu,
tidak mengerjakannya, ada juga yang menunda-nunda pelaksanaannya, tiga waktu,
empat waktu, dan tidak mempedulikannya. Mereka salat setelah lewat waktu-waktu
shalat fardu yang ditetapkan, di antara mereka ada juga yang tidak mengetahui
kewajiban-kewajiban yang bersifat fardhu ‘ain, dan ada juga dari
mereka yang saling memutuskan silaturahmi, pelanggaran-pelanggaran mereka itu
berdampak pada siapa?
Barangkali, beberapa bencana yang turun
di tengah-tengah kita, yang dialami beberapa saudara kita adalah peringatan dan
sanksi atas kelalaian Anda sekalian terhadap kewajiban yang seharusnya Anda
tunaikan. Karena Anda lalai, maka dampaknya kembali kepada Anda sekalian dengan
lebih dahsyat. Maka, persoalan ini adalah di antara sekian banyak persoalan
yang menuntut kerja sama dan kekompakan kita semua, demi melindungi putra-putri
kita dari bahaya kekufuran dan melindungi mereka dari berbagai bentuk
kemungkaran yang disepakati khususnya dalam lingkup kalangan zuriah suci,
kemudian untuk saudara-saudara kita yang lain. Ini adalah satu di antara
sejumlah kewajiban utama yang patut menjadi bahan perhatian sejauh kemampuan
kita sejauh.
Adapun dalam menyikapi apa yang terjadi
berupa munculnya sejumlah perbedaan pendapat, adalah menyikapi dengan
bijaksana, dan memberikan bimbingan dengan rahmat dan kasih sayang, serta
dengan berusaha untuk menjelaskan hakikat permasalahan semaksimal mungkin, merekatkan
kembali perpecahan, dan meredam fitnah semampu kita. Inilah seharusnya sikap
yang harus kita miliki. Marilah semaksimal mungkin kita berusaha agar jangan
ada di antara kita pencaci, pemaki, pelaknat, dan yang sering
mengkafir-kafirkan.
Sedangkan mengenai kapan hasilnya dapat
kita wujudkan, apakah dalam satu-dua hari, satu bulan, atau satu tahun, hal itu
sesuai kadar ketulusan kerja keras kita, Insya Allah hasilnya dapat kita
wujudkan. Alhamdulillah, setiap individu dari kita sungguh jauh sekali dari
keraguan kitabullah atau sunah Rasul saw. atau petunjuk para salaf saleh
masing-masing dari Anda sekalian jauh sekali dari keraguan akan Kitab Tuhannya
dan sunah Nabinya, serta ajaran salaf salehnya. Lalu bagaimana mungkin (salah
seorang dari Anda) dapat diberi cap kafir, yang berarti keluarnya seseorang
dari Islam, seperti ketika saya jawab pertanyaan Anda, karena takfir (pengkafiran)
adalah sesuatu adalah sesuatu yang paling keji di alam wujud ini. Tidak ada
yang paling keji melebihi takfir dan lebih buruk lagi adalah kemusyrikan, yakni
mempersekutukan sesuatu bersama Allah. Inilah hal terburuk. (*)
3 komentar:
Subhanallah, semoga beliau senantiasa dikaruniai kesehatan serta umur panjang, sehingga dapat membimbing ummat islam diseluruh plosok dunia...
Amin!
Bila dg Qs al achzaab 33:33 syiah12imam mmenganggap bahwa Allooh telah mensucikan, mema'shuumkan para ahla lbait r.a.maka dg Qs almaaidah 5:6 pun orang2 mu'min yg telah berwudhu, juga dikehendaki oleh Allooh jadi suci,ma'shuum.
Jadi yg suci,ma'shuum bukan hanya para ahlul bait r.a., tapi juga para mu'minuun yg telah berwudhu.
Posting Komentar