“Bangkitlah....karena kegetiran padang kering
kerontang telah tiba
Kisah ini adalah ungkapan hati yang pedih terbakar
Bangkitlah....karena pentas Nainawa telah digelar
Lembaran tahun Syamsiah dan Qamariah telah menghampiri
Seruling duka telah mengalun dan Arasy menangis
Di semesta alam yang penuh cerita duka ini...................................”
Kisah ini adalah ungkapan hati yang pedih terbakar
Bangkitlah....karena pentas Nainawa telah digelar
Lembaran tahun Syamsiah dan Qamariah telah menghampiri
Seruling duka telah mengalun dan Arasy menangis
Di semesta alam yang penuh cerita duka ini...................................”
Kabar
dipenggalnya secara keji Imam Hussain di Karbala telah sampai ke Timur dan
Barat. Bersamaan dengan itu, kaum fasis dan kaum zalim serta kaum munafik yang
membajak Islam gembira dengan terbunuhnya sang cucu Muhammad Al-Mustafa itu,
tetapi kaum muslim dan kaum mukmin yang sejati berduka.
Adalah
Mukhtar At-Tsaqafi salah-satu mukmin yang hatinya terbakar dan berduka dengan
berita tersebut.
Sang
Nemesis (dewa yang menghukum kaum zalim) yang bernama Mukhtar At-Tsaqafi yang
terbakar karena berita terpenggal-nya Imam Hussain di Karbala oleh pasukan
Ubaidillah bin Ziyad yang merupakan gubernur kesayangan Yazid bin Muawwiyah di
Bashrah dan Kufah itu, berjanji akan melakukan revolusi untuk melawan tirani
dan fasisme Yazid bin Muawwiyah.
Ketika
itu posisi Mukhtar adalah tahanan Yazid bin Muawwiyah bin Abu Sufyan, sehingga
tak ada yang bisa ia lakukan ketika terjadi pembantaian Imam Hussain di
Karbala.
Sesaat
beberapa lama kemudian akhirnya Mukhtar berhasil dibebaskan atas bantuan
Abdullah bin Umar. Lantas setelah itu Mukhtar langsung bergegas menyusun
rencana revolusi dan perlawanan. Dalam salah satu taktik perang yang digunakan
Mukhtar, ia menyerukan sandi Ya Litsarat Al-Hussain untuk menyalakan api
revolusi dan perlawanan terhadap tirani dan fasisme Yazid bin Muawwiyah bin Abu
Sufyan yang membajak Islam, yaitu suatu tanda sudah disepakatinya untuk
melakukan revolusi, mirip ketika Muhammad Saaw dan minoritas muslim yang
diagressi dan diserang saat Perang Badar yang menggunakan sandi Ya Manshur
Ahmad, di mana dalam Perang Badar itu komandan-nya adalah Imam Ali bin Abi
Thalib as.
Setelah
beberapa pertempuran dilewati dan dimenangi pasukannya, Mukhtar At-Tsaqafi pun
berhasil meng-qishash Syimr bin Dzil Jausyan, orang yang telah memenggal kepala
Imam Hussain di Karbala. Dan tentu saja, ceritanya tak hanya sampai di sini,
sebab dari pihak lawan banyak di antara mereka yang tidak menyukai kebijakan
politik Mukhtar At-Tsaqafi yang egaliter dan melenyapkan politik rasialis yang
dianut Bani Umayyah.
Mukhtar
Ats-Tsaqafi adalah sosok yang paling terkenal pasca peristiwa Karbala. Tragedi
pembantaian Imam Husasin as, cucu nabi saw di padang Karbala atau Nainawa itu,
membuat pemuda pemberani dan penyabar putra salah seorang sahabat Nabi saw ini
membara untuk melakukan perlawanan dan revolusi meruntuhkan rezim dan tiran dan
kekuasaan politik despotik.
Ini
adalah kisah yang penuh dengan kesedihan, intrik politik, keculasan dan
keberanian. Ketika kita merenungi sosok Mukhtar At-Tsaqafi yang sangat disegani
di kota Kufah, Irak, karena keberaniannya melakukan revolusi dan perlawanan
terhadap tirani dan fasisme despotik Bani Umayyah yang berkuasa waktu itu, kita
pasti akan membayangkan betapa sulitnya kondisi waktu itu. Namun Mukhtar
At-Tsaqafi dengan gagah berani tak sedikit pun gentar untuk melaksanakan misi
revolusi dan perlawanannya.
Dengan
bermodal keyakinan yang kuat dan keimanan serta kesetiaan pada ahlulbait Nabi
saw, Mukhtar At-Tsaqafi mengunjungi Muhammad Al-Hanafiyah, anak Imam Ali bin
Abi Thalib as yang sedang berada di Makkah untuk minta persetujuan dalam rangka
melaksanakan revolusi dan perlawanan itu. Singkat kata, Mukhtar sang Putra
Kufah itu, seperti ingin menebus kepengecutan orang-orang Kufah yang tak
berjuang bersama orang-orang Yaman dan Madinah untuk membela Imam Hussain as di
Karbala.
Singkat
cerita dalam suatu perperangan akhirnya Mukhtar At-Tsaqafi terbunuh oleh
Mush’ab bin Zubair yang merupakan saudara dari Ibnu Zubair, orang yang
menyimpan dendam kesumat kepada keturunan Imam Ali.
Setelah
berhasil membunuh Mukhtar, Mush’ab ibn Zubair memerintahkan untuk menangkap
Umrah binti Nu’man, istri Mukhtar At-Tsaqafi. Wanita ini adalah wanita yang
beriman, salehah, penuh tata-krama, mulia, dan keturunan terhormat.
Mush’ab
ibn Zubair memintanya untuk mengingkari suaminya, tapi ia berkata, “Bagaimana mungkin engkau menyuruhku untuk
mengingkari seorang lelaki yang berkata bahwa Tuhannya adalah Allah, berpuasa
pada siang hari, bangun pada malam hari. Dia telah memasrahkan hidupnya untuk
Allah dan Rasul-Nya, dia menuntut balas atas kematian cucu Nabi Muhammad SAW,
yaitu Hussain bin Ali”.
Mush’ab
ibn Zubair berkata dengan nada mengancam, “Kalau
begitu engkau akan menyusul suamimu”. Wanita itu menjawab, “Gugur sebagai syahid adalah lebih mulia
daripada dunia dan seisinya”. Akhirnya Mush’ab ibn Zubair memutuskan untuk
membunuh Umrah binti Nu’man dengan cara dipengggal lehernya. Dialah wanita
pertama sepanjang sejarah Islam yang dipenggal lehernya karena kesabarannya.
Dengan
kematian Mukhtar dan istrinya ini, tertutuplah lembaran yang merekah dalam
sejarah perjuangan nan cemerlang dan kesetiaan cinta hingga ajal menjemput.
Demikianlah, “Laki-laki yang baik untuk
perempuan yang baik, dan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar