Hak
cipta ©Sulaiman Djaya
Pagi
baru saja terbangun. Saat itu Ratu Washti tampak asik memandang dan mengamati
cahaya matahari yang pelan-pelan mulai menyeruak dari balik lembah, pegunungan,
dan dedaunan, sembari menyimak nyanyian dan cericit burung-burung yang telah
membantunya memecah keheningan yang merasuk di dalam hatinya.
Tidak
seperti sebelum-sebelumnya, di mana hari-harinya ia jalani bersama Hagar dan
Sophia demi melatih mereka, saat ini ia ingin menyempatkan diri untuk merenungi
dirinya sendiri, sesekali ia memikirkan Ilias yang ia kenal saat Ilias dan
Jenderal Roshtam mengunjungi rumahnya, ketika Ilias ingin bertemu dengan dua
adik kesayangannya, Hagar dan Sophia.
Saat
pertemuan itulah, Ratu Washti sadar Ilias memiliki pesona yang sangat kuat,
meski Ilias terlahir dan besar sebagai setengah peri dan setengah manusia.
Meski tubuh Ilias lebih pendek dibanding tubuh dirinya, Ratu Washti tak
menganggap hal itu sebagai sebuah persoalan yang mengurangi pesona yang
dimiliki Ilias yang kini telah menjadi seorang Jenderal yang tangguh dan cerdas
berkat didikan Jenderal Roshtam.
Entah
kenapa, di pagi yang hening itu, ingatan tentang Ilias jadi hadir begitu saja
di benak Ratu Washti. Meski demikian, ia bertekad bahwa ia harus berusaha
sekuat mungkin agar hal itu tidak diketahui oleh Hagar dan Sophia.
Demi
menghilangkan lamunannya itu, ia pun memutuskan untuk melangkahkan kakinya
menyusuri setapak yang bermula dari halaman rumahnya yang indah dan penuh
bunga-bunga itu. Ia mencoba menyimak dan merenungi nyanyian dan cericit
burung-burung yang terdengar saling bersahutan dan bergantian dari arah
pohon-pohon yang tumbuh di jalan setapak dan di sekitar rumahnya tersebut.
Namun
entah kenapa, saat itu ia memutuskan untuk menggunakan kesaktiannya dan melesat
begitu saja, dan tahu-tahu ia sudah berada di sebuah telaga yang berada di
ceruk lereng yang memisahkan dua gunung.
Sekarang
kita tinggalkan Ratu Washti dan apa yang tengah merundung benak, hati, perasaannya
yang tiba-tiba sunyi, dan apa yang kemudian ia lakukan itu, dan menuju ke
tempat Jenderal Roshtam yang saat itu tengah berbicara, tepatnya memberi
instruksi, kepada sepuluh prajurit tangguh yang telah dipilihnya untuk dikirim
ke negeri Suryan dan membantu Ilias di negeri itu.
Mereka
adalah para prajurit berkuda yang mengendarai kuda-kuda ajaib, yang juga
dipilih langsung oleh Jenderal Roshtam, dan setelah mereka menyimak nasehat dan
arahan Jenderal Roshtam itu, mereka pun melesat bersamaan dengan mengendarai
kuda mereka masing-masing yang memiliki ketangguhan dan kecepatan yang sama,
memiliki keajaiban yang sama.
Sesampainya
mereka di Gerbang Farsana di negeri Farsa yang dilindungi benteng raksasa itu,
para prajurit penjaga gerbang tersebut segera membuka pintu yang harus didorong
oleh dua puluh orang tersebut, persis ketika para prajurit penjaga gerbang
tersebut melihat kuda-kuda ajaib yang dikendarai para prajurit pilihan Jenderal
Roshtam itu melesat cepat ke arah mereka. Mereka pun memberi hormat ketika
sepuluh prajurit berkuda pilihan itu melintasi mereka, sementara para prajurit
pilihan itu tampak melesat begitu saja tanpa harus disibukkan dengan membalas
penghormatan para prajurit penjaga Gerbang Farsana itu.
Setelah
keluar dari kawasan ibukota negeri Farsana, para prajurit berkuda pilihan itu
memilih jalur jalan yang akan melewati Gunung Damawand yang dihuni oleh segala
makhluk aneh, semisal sejumlah raksasa dan makhluk-makhluk mengerikan lainnya.
Keberadaan makhluk-makhluk aneh di kawasan pengunungan tersebut tak membuat
mereka khawatir, sebab Jenderal Roshtam telah memberikan masing-masing satu
jubah khusus kepada mereka yang akan membuat mereka tidak terlihat oleh
makhluk-makhluk mengerikan di gunung tersebut jika sewaktu-waktu mereka
menyerang.
Jalur
Gunung Damawand dipilih oleh prajurit-prajurit berkuda pilihan tersebut tak
lain karena jalur yang melintasi gunung itu merupakan jalur yang paling cepat
yang dapat ditempuh oleh mereka menuju negeri Suryan, sebelum mereka juga harus
menempuh sejumlah tempat dan kawasan di negeri Kira yang beberapa kawasan hutan
dan lembah-lembah serta sejumlah sungainya masih dihuni para raksasa yang
acapkali menjadikan manusia sebagai makanan mereka. Para raksasa itu mirip
beruang dan monyet pada saat bersamaan dengan ukuran tubuh yang lima puluh kali
lebih besar ukuran tubuh manusia.
Anehnya,
para raksasa itu seringkali memanggang jasad-jasad manusia yang mereka bunuh
dengan menggunakan batang-batang pohon di sekitar kawasan hutan. Sesekali
mereka juga harus membunuh manusia dengan mendatangi langsung beberapa
perkampungan, sehingga sejumlah perkampungan di negeri Rika memiliki
benteng-benteng raksasa yang kokoh yang mengelilingi perkampungan mereka demi
melindungi diri mereka dari kedatangan para raksasa tersebut yang setahun
sekali suka menculik para remaja dan pemuda serta para pemudi.
Setiap
yang terjadi di negeri Rika itu pun telah diketahui para prajurit berkuda
pilihan yang mengendarai kuda-kuda ajaib tersebut dari mulut dan cerita
Jenderal Roshtam langsung, tak lain karena Jenderal Roshtam sendiri pernah
membantu orang-orang kampung Tigar di negeri Rika itu untuk berperang dengan
salah-satu raksasa, dan berhasil mengalahkan salah-satu raksasa tersebut, meski
sejumlah pemuda harus terbunuh dalam perjuangan yang heroik, mengerikan, dan
mendebarkan hati itu.
Sementara
pasukan khusus berkuda yang dilatihnya tengah menempuh perjalanan panjang
mereka menuju negeri Suryan dengan harus melewati Gunung Damawand, negeri Rika
dan kawasan-kawasan lainnya, Jenderal Roshtam mempersipkan diri untuk berangkat
ke negeri Suryan, dan ia sengaja tidak mengatakan rencananya tersebut kepada
para prajurit pilihannya demi pendidikan dan ujian tentang loyalitas.
Sebagai
seorang Jenderal dan ahli strategi perang yang jenius dan berdedikasi, Jenderal
Roshtam adalah tipikal seorang Jenderal yang senantiasa turun di medan
peperangan, entah secara rahasia atau diketahui para prajurit dan
kolega-koleganya. Selain memiliki wibawa yang besar dan kharismatik, Jenderal
Roshtam juga dikenal sebagai lelaki yang berani sekaligus sabar, rendah-hati,
dan sederhana. Kualitas-kualitas dirinya itulah yang membuat Raja Najad di
negeri Farsa mempercayai masalah-masalah ketahanan negeri dan hubungan negeri
Farsa dengan negeri-negeri lain kepadanya.
Sejak
datangnya utusan khusus Ilias kepadanya itu, Jenderal Roshtam maphum bahwa anak
didik kesayangannya itu tengah menghadapi bahaya yang cukup besar, di saat
Ilias baru pertama-kali terjun dalam medan pertempuran yang sesungguhnya, dan
karena itu ia memutuskan untuk memantau langsung medan pertempuran di negeri
Suryan tersebut, meski tak mesti menyatakan niatnya tersebut kepada Ilias yang
didapuknya menjadi seorang Jenderal.
Saat
itu, setelah mengenakan pakaian khusus terbaiknya, ia pun menuju ke tempat
rahasia yang hanya ia ketahui sendiri, ke tempat burung besar Dagaru
kesayangannya berada, yaitu di lembah Wantan yang cukup jauh dari ibukota
negeri Farsa, dengan mengendarai kuda. Ia lesatkan kuda kesayangannya demi
mendatangi lembah Wantan di mana burung tunggangannya itu berada, dan tak butuh
waktu lama, ia pun telah sampai di lembah Wantan, dan segera ia menuju sebuah
gua rahasia tempat burung Dagaru, yang kebetulan tengah beristirahat di saat
kedatangannya itu.
Menyadari
kedatangan sahabatnya itu, si burung Dagaru pun segera bangun dan
menggerak-gerakkan sepasang sayapnya yang sangat lebar dan besar, hingga
menghempaskan gerakan angin yang terasa menghantam ke tubuh Jenderal Roshtam.
Ia telah paham bahwa kedatangan Jenderal Roshtam itu menandakan sebuah situasi
khusus yang membutuhkan bantuan dan keterlibatan dirinya sebagai seorang
sahabat.
Tanpa
harus menunggu perintah Jenderal Roshtam, ia pun segera merebahkan dan
merendahkan diri agar Jenderal Roshtam dapat segera naik dan duduk di lehernya,
dan setelah Jenderal Roshtam naik serta duduk di lehernya sembari berpegangan
erat itu, ia pun segera mengepakkan sepasang sayapnya dan melesat cepat menuju
arah langit yang tampak tidak terlalu panas saat itu.
Mirip
sebuah pesawat tempur modern saat ini, si burung besar Dagaru itu pun tampak
lebih mirip meluncur ketimbang terbang, karena kecepatan gerakan sepasang
sayapnya. Bahkan sesekali ia tetap melesat, meski ia tak mengepakkan sepasang
sayapnya yang perkasa dan seakan tak kenal letih itu.
Mereka
terbang melintasi hutan-hutan, samudra, gunung-gunung, dan lembah-lembah di
bawah mereka yang tampak seperti lukisan di mata mereka yang berada di atas, di
antara gugusan awan dan mega itu. Dan tentu saja, perjalanan mereka itu lebih
cepat daripada perjalanan sepuluh pasukan khusus berkuda yang diutus Jenderal
Roshtam.
Dengan
mengendarai si burung Dagaru itu, Jenderal Roshtam tentu juga dapat menghemat
100 kali lipat rute yang harus ditempuh sepuluh pasukan khusus berkuda yang
dikirimnya ke negeri Suryan itu. Namun entah kenapa, mereka memutuskan untuk
singgah ke negeri Rimela dalam perjalanan mereka tersebut, sebuah negeri di
mana ibunda Jenderal Roshtam berasal meski ayahnya adalah orang Farsa.
Ternyata
memang maksud singgahnya mereka ke negeri Rimela, tepatnya di desa Mazan itu,
Jenderal Roshtam memang berniat mengunjungi ibundanya yang masih hidup meski
usianya telah mencapai 90 tahun lebih, dan usia dirinya 50 tahun lebih,
sementara ayahnya telah tiada beberapa tahun lalu.
Di
sebuah tepi sungai Lina itu, si burung Dagaru pun mendarat, dan tak jauh dari
tepi sungai Lina itu terdapat sebuah rumah yang tampak bersahaja meski tak
buruk, yang agak sedikit menjauh dari sejumlah rumah dan hunian yang berkerumun
dan berbaris di desa itu. Tanpa ditemani si burung Dagaru yang dimintanya untuk
menunggu di dekat sebuah pohon besar di tepi sungai Lina itu, Jenderal Roshtam
pun berjalan menuju rumah ibundanya tersebut.
Itulah
sebuah rumah di mana dulu Jenderal Roshtam dilahirkan dan menghabiskan masa
kanak-kanak dan remajanya, sebelum keluarganya pindah ke negeri Farsa atas
keinginan ayahnya setelah seorang penguasa negeri Farsa kala itu, yaitu Radim
Khan, meminta ayahnya menjadi seorang perdana menteri di negeri Farsa. Hanya
saja, setelah ayahnya meninggal, ibunda Jenderal Roshtam memutuskan untuk
kembali ke negeri Rimela karena terluka dengan kewafatan suaminya yang baginya
terlalu cepat, meninggal dalam sebuah pertempuran kolosal melawan bangsa Loghom
yang bengis dan kejam, yang kala itu menyerang negeri Farsa tanpa diduga
sebelumnya. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar