Realitas Kota dalam Wajah Deportan

 

 

 

Puisi-puisi Sulaiman Djaya tentang Kota

 

PEREMPUAN GELANDANGAN

 

Di sepohon tepi jalan itu

ia duduk berteduh di serimbun rumput

dan dengan senyumnya yang lugu

ia arahkan wajahnya ke langit mendung

dan saat ia melangkah seakan tak ada beban

diantara gontai kakinya yang berayunan.

Lalu ia masukkan tangannya

ke tong sampah basah

sebelum ia bersandar pada sedahan remang

yang tak sanggup bercerita pada lembab jalan

dan hembus angin selepas hujan. 

 

(Jakarta 2007-2008)

 

LELAKI GELANDANGAN

 

Ia berjalan dalam keadaan kumal dan telanjang

seolah tak peduli apa-apa selain terus berjalan.

Anak-anak sekolah menghindar saat ia melintas

dan anak-anak perempuan sesekali mencuri pandang

ke arah kemaluannya yang berambut lebat.

Tapi ia terus berjalan di atas trotoar

dan tak kutahu ke mana ia hendak pulang.

 

(Jakarta 2007-2008)

 

GELANDANGAN YANG KULIHAT

 

Tiap aku berangkat, kulihat ia

tertawa sendiri. Kadang tersenyum lirih:

perempuan gimbal berpakaian compang

berjalan dalam terik siang

di trotoar jalan.

 

Apakah ia bahagia

menertawakan dunia

tak menghiraukan lalu-lalang

di siang jalanan.

 

Tiap aku pulang, kulihat ia

di tepi jalan yang sama.

Merah dan coklat di rambutnya

mengkilat oleh cahaya.

 

Mengenakan gaun merah

yang lebih mirip coklat

meski tanpa make up.

Mungkin begitulah dunia

menertawakan dirinya.

 

(Serang, Banten 2007-2008)

 

KISAH RATNA KECIL

 

Ratna kecil berlari mengejar metromini

dengan tangkas meraih pintu besi.

Dan setelah memperkenalkan diri

Ratna kecil pun mulai bernyanyi.

Setelah bernyanyi, Ratna kecil

mengedarkan kantong kecil

tempat orang-orang yang bermurah hati

menyumbangkan kepingan rizki.

Lalu Ratna kecil pun turun dari metromini

dan kembali berlari.

 

(Jakarta 2007-2008)   

 

Sumber: Wajah Deportan (Antologi Puisi Penulis Muda Lintas Provinsi 2009), Pusat Bahasa, Jakarta 2009, halaman 117-118.

Tidak ada komentar: