Ada
sepotong malam yang masih tingal di sisa tidurmu, neng. Kecupan langit,
udara berombak yang gaib, kegundahanku menerjemahkan rindu jadi sajak,
neng. Mengapa dua kelopak matamu seperti sepi batinku yang meleleh.
Ada dingin dinding selepas gerimis, neng. Kata-kataku bertengkar di
selembar kertas. Tahu bahwa keindahanmu terlampau bersahaja untuk
dituliskan.
Entah karena apa aku jatuh cinta padamu, neng.
Lelapmu kugambar jadi sketsa, hatiku mengembara bersama cuaca. Mengapa
engkau begitu sederhana, neng. Hingga tak kudapatkan perumpamaan di
kamus-kamus bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar