Mungkinkah Nabi Nuh Hidup di Pulau Jawa?


Analisa kayu disebutkan sebagai kayu jati berkapur. Kayu ini hanya tumbuh di Pulau Jawa

Oleh Oetjoe Gabriel Jauhar (Pegiat Seni di Banten)

Setiap suku bangsa di bumi ini pasti mempunyai dongeng soal banjir besar yang melanda seluruh bumi. Memusnahkan umat manusia, kecuali yang terselamatkan Tuhan atau dewa. Kisah ini bertebaran dari suku bangsa yang dikenal mempunyai peradaban maju hingga suku bangsa yang kurang mendapat tempat dalam catatan sejarah internasional.

Sebut saja mitos banjir Sumeria, Babylonia, Akkadia, Yunani. Lalu Irlandia, Jerman. Di Asia ada mitos banjir di Cina dan India. Di polinesia ada mitos Te aho arao, Ruatapu, Tawhaki dan Nuu. Indonesia sendiripunya mitos Naga Padoha di suku Batak dan Kapata Nuhu di Seram Utara.

Dari seluruh kisah banjir itu, hanya satu yang diyakini terjadi oleh masyarakat umum, yaitu kisah banjir di zaman Nabi Nuh. Tentu dengan ikonnya, kapal Nabi Nuh. Kisah ini berasal dari kitab agama-agama samawi atau agama Abrahamik.

Islam menyebar kisah ini dalam beberapa surat. Kitab Kejadian di Perjanjian Lama merinci kisahnya dalam pembuatan dan bentuk kapalnya, walau terjadi beberapa kontradiktif. Perjanjian Baru mengulasnya secara sepintas (baca: Dalam Berbagai Kitab).

Kebenaran kejadian ini menjadi dorongan tersendiri bagi para ilmuwan untuk melakukan penelitian sejarah, penggalian arkeologi dan mitologi. Penelitian difokuskan pada luas banjir. Alhasil ada 2 teori utama.

Pertama, yang menyakini banjir melanda seluruh bumi. Teori ini didasarkan hipotesa spekulatif tentang naiknya permukaan laut secara drastis yang mengakhiri zaman es. Versi lainnya yang kontroversial, banjir disebabkan asteroid atau meteor besar menabrak bumi.Teori ini sejalan dengan kisah berikutnya, yaitu kisah menara Babel.

Kedua, yang menyakini banjir tidak melanda seluruh bumi. Teori awalnya disebut teori Ryan-Pitman yang menyebutkan terjadinya air bah dahsyat sekitar 5.600 SM yang melanda dari Laut Tengah ke dalam Laut Hitam.

Teori ini mendapat dukungan dari Max Mallowan dan Leonard Woolley, arkeolog yang melakukan penggalian di 4 kota kuno zaman Sumeria. Analisa radio karbon menyebutkan banjir terjadi sekitar tahun2.900 SM akhir periode Jemdet Nasr. Air bah ini juga didukung dengan epos Atrahasis dari prasasti iii, iv baris 6-9 dan epos Ziusudra dari prasasti Daftar raja Sumeria WB-444 (baca: Banjir Nabi Nuh, Hanya Banjir Regional).

Inti teori ini, air bah terjadi secara regional di berbagai tempat, tidak secara bersamaan dan tidak saling terkait. Teori ini sejalan dengan munculnya mitologi banjir di berbagai suku bangsa. Tapi, bertentangan dengan kisah menara Babel.

Tafsir yang paling kontroversial diungkapkan KH Fahmi Basya, banjir Nabi Nuh tidak terjadi di bumi ini. Banjir Nabi Nuh terjadi di planet lain! Konsekwensinya, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Luth dan Bani Israel bukan makhluk bumi! (baca: Bukan Banjir, Tapi Hancurnya Planet).

Bagaimana pun, perdebatan banjir dan kapal Nabi Nuh tidak pernah berakhir. Orang-orang kota yang tergilas modernisasi, perlahan tapi pasti, meninggalkan kisah itu dan menjadikannya hanya sebuah dongeng belaka. Kepercayaannya hanya sebatas kewajiban mengakui sebagai konsekwensi mencantum agama samawi di KTP-nya.

Tiba-tiba saja bangkai kapal Nabi Nuh ditemukan. Dunia menjadi geger. Keyakinan yang menyurut kembali menggelora. Penelitian dilakukan secara intensif. Walau pun terjadi kesamaan seperti dikisahkan kitab,analisa berikutnya cukup membingungkan.

Bangkai kapal itu ditemukan di GunungArarat (tertulis di Perjanjian Lama) atau orang Arab menyebutkan Gunung Judi (tertulis dalam Al Quran) di ketinggian 4.300 m. Panjang sekitar 137 meter (tertulis di Perjanjian Lama) dan terbuat dari kayu dan logam (Perjanjian Lama dan Al Quran).

Dengan ketinggian 4.300 m, tidak mungkin banjir yang terjadi hanya banjir regional. Ini berakibat menghapuskan kepercayaan pada mitos banjir di berbagai suku bangsa. Padahal mitos merupakan rekaman sejarah yang dilakukan secara lisan.

Analisa kayu disebutkan sebagai kayu jati berkapur. Kayu ini hanya tumbuh di Pulau Jawa, Indonesia (baca: Bukan Banjir, Tapi Hancurnya Planet). Padahal diyakini Nabi Nuh berasal dari daerah Timur Tengah, tepatnya daerah Teluk Persia hingga Bagdad. Versi lain menyebut terbuat dari kayu yang sudah punah?

Analisa Isotop C14 menyebutkan berumur4.000 tahun atau dibuat sekitar 2.000 SM. Ini bertentangan dengan literatur yang menyebutkan zaman Nabi Nuh adalah Nuh 3993-3043 SM. Tahun 2.000 SM adalah zaman Nabi Ibrahim 1996-1822 SM. Panjangnya kapal itu, menyimpulkan teknologi yang digunakan telah melebihi teknologi yang ada di zaman modern ini.

Betulkah itu bangkai kapal Nabi Nuh? Wallahualam. Terlepas dari teori mana yang betul, keberadaan bangkai kapal kayu yang besarnya melebihi yang dapat dibuat manusia zaman sekarang, berupakan bukti kisah-kisah kitab bukan isapan jempol belaka.

“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya dari pada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah” (Surat Al Mumin ayat 21)

Sumber: Tabloid Komunitas Edisi 5/April 2010.

Tidak ada komentar: